Jakarta (Antara Bali) - Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Magdalena Sitorus menilai pengawasan terhadap praktik adopsi di Indonesia masih rendah sehingga memungkinkan terjadi berbagai permasalahan.
"Salah satunya adalah praktik adopsi di bawah tangan yang hanya berdasarkan kesepakatan antara orang tua kandung dengan orang tua pengadopsi," kata Magdalena dihubungi di Jakarta, Senin.
Magdalena mengatakan merupakan kewajiban negara untuk melakukan pengawasan terhadap praktik adopsi. Adopsi yang tidak sesuai ketentuan dan persyaratan harus dicegah untuk meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Menurut Magdalena, seseorang harus memenuhi beberapa persyaratan untuk bisa mengadopsi anak, tidak hanya kemampuan ekonomi tetapi juga tanggung jawab terhadap pengasuhan anak adopsi.
"Di Indonesia, juga belum ada pengawasan lanjutan terhadap keluarga yang sudah mengadopsi anak. Negara seharusnya bisa mencabut hak kuasa asuh anak bila memang terjadi pelanggaran," tuturnya.
Tentang hak ibu kandung anak adopsi, Magdalena mengatakan memang ada seorang ibu yang karena alasan tertentu secara sukarela memberikan anaknya kepada orang lain.
Namun, anak adopsi meskipun secara hukum sudah menjadi anak orang lain, tetap memiliki hak relasi dengan keluarga dan ibu biologisnya.
"Ibu biologis juga berhak untuk menuntut orang tua yang mengadopsi bila anaknya diperlakukan secara tidak layak, bahkan sampai terjadi kekerasan terhadap anak," kata mantan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu. (WDY)