Batam (Antara Bali) - Tahun 2017 bagi Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, merupakan tahun "mengencangkan ikat pinggang" karena APBD-nya "hanya" Rp2,551 triliun dengan PAD (pendapatan asli daerah) hanya Rp800 miliar.
"Untuk membangun Batam seharusnya dengan anggaran dua kali lipat itu, bahkan lebih, apalagi alokasi anggaran yang diatur UU harus tetap dipenuhi secara utuh, seperti pendidikan 20 persen, kesehatan 10 persen, dan infrastruktur 35 persen, sehingga alokasi untuk aparatur hanya 35 persen," kata Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkot Batam Gintoyono Batong.
Saat menyambut kedatangan rombongan wartawan dan staf Humas Pemprov Bali yang melakukan "press tour" tentang pengembangan investasi dan pariwisata di Batam (15-17/3) itu, ia menjelaskan kecilnya alokasi anggaran untuk aparatur itu membuat pemerintah setempat harus "mengencangkan ikat pinggang".
"Karena itu, pimpinan kami (Wali Kota Batam) melarang aparatnya ke luar Batam tanpa izinnya. Itu merupakan langkah effisiensi," katanya, didampingi Kadisperindag Batam Zar Efriyadi dan Kabag Humas dan Protokol Pemkot Batam Drs Ardiwinata.
Tidak hanya alokasi anggaran yang kecil, namun kebijakan "mengencangkan ikat pinggang" itu juga menjadi kata kunci dalam membangun Batam di tengah resesi ekonomi dunia, termasuk krisis yang dialami Amerika dan Eropa yang menjadi pasar dari produk Batam.
Apalagi, Batam juga mengalami kelimpungan akibat pengelolaan lahan yang juga tidak mudah, karena Pemkot Batam tidak memiliki hak pengelolaan lahan yang sepenuhnya menjadi hak dari Badan Pengelola (BP) Batam.
"Untuk menyiasati hal itu, kami melakukan gotong royong dengan melibatkan swasta dan menjalin kemitraan dengan pihak-pihak terkait di Singapura dan Malaysia," katanya kepada rombongan yang dipimpin Asisten Administrasi Umum Pemprov Bali I Gusti Ngurah Alit.
Ia mencontohkan pengembangan pariwisata di Batam dilakukan dengan mengajak Asosiasi Pengelola Wisata (Asita) Singapura dan Malaysia untuk menarik wisatawan yang ke Singapura dan Malaysia juga singgah ke Batam.
"Tentu, ajakan itu harus disertai dengan tawaran yang menjanjikan, yakni wisata kuliner di pinggir laut atau dalam suasana malam di Batam. Karena itu, kami mengembangkan PLUT atau program layanan usaha terpadu, seperti dalam bidang kuliner, sehingga Batam diperhitungkan," katanya.
Dalam penyambutan yang juga dihadiri Kabag Pemerintahan Pemkot Batam Rudi Panjaitan, dan Kabag Perekonomian Pemkot Batam Zurniati, ia mengatakan pihaknya juga merumuskan perda yang melibatkan swasta dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
"Insya Allah, perda soal itu akan tuntas pada akhir Maret. Jadi kami akan melibatkan swasta dalam musrenbang. Kami akan minta swasta untuk mau bergotong royong membangun Batam melalui CSR mereka, tapi konsepnya berupa proyek yang tidak ada dana-nya dalam APBD," katanya.
Selain itu, Pemkot Batam juga berusaha mempermudah swasta dalam berinvestasi di Batam melalui kebijakan perizinan "satu pintu" yang cepat untuk sejumlah kawasan industri, seperti di kawasan Industri Batamindo Industrial Park.
"Kami sudah meluncurkan program KILK (Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi) pada lima kawasan industri yang dapat mengurus perizinan secara lengkap dan langsung jadi hanya dalam hitungan jam, bukan berhari-hari," katanya.
Perda Insentif Investasi
Fakta itu menjadi catatan tersendiri bagi Provinsi Bali, karena itu Asisten Administrasi Umum Pemprov Bali I Gusti Ngurah Alit menilai Batam merupakan kawasan industri yang menarik untuk dijadikan objek pembelajaran, terutama dalam pengembangan KILK berbasis digital.
"Bali juga mempunyai KILK, tapi program kami masih mensyaratkan pengurusan secara manual melalui pertemuan antara investor selaku pemohon dengan aparatur pemerintah, sedangkan Batam sudah serba digital dan sangat cepat," katanya, didampingi Kabag Publikasi Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali Made Ady Mastika.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemprov Bali Ida Bagus Parwata menyatakan investasi di Bali memang masih mengalami tiga kendala, yakni teknologi, good governance (transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas), dan ketimpangan antar-wilayah.
"Data realisasi investasi pada kurun 2008-2011 menunjukkan bahwa wilayah timur masih belum tersentuh, yakni Klungkung, Karangasem, dan Bangli," katanya saat memberikan pembekalan kepada peserta `press tour` itu menjelang berangkat ke Batam (14/3).
Untuk mengatasi kesenjangan di wilayah timur itu, Pemprov Bali mendorong promosi penanaman modal di wilayah timur dan utara, serta menghentikan pengembangan hotel di wilayah selatan.
"Iklim modal pun kami fokuskan pada pangan, infrastruktur, dan energi. Istilahnya, penanaman modal akan kami arahkan pada green economy," katanya.
Selain itu, pihaknya akan memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) melalui dua strategi besar, yakni strategi naik kelas dan strategi aliansi strategis yang mengaitkan beberapa UMKMK dalam sebuah kerja sama saling menguntungkan.
"Kalau Batam memberi kemudahan investasi (melalui Perda CSR yang melibatkan swasta dalam musrenbang dan KILK berbasis digital), maka Bali juga membuat Perda Insentif Penanaman Modal. Itu merupakan perda (Perda Insentif Investasi/Penanaman Modal) yang pertama di Indonesia," katanya.
Perda itu mengatur kemudahan investasi untuk 14 kriteria, yakni investasi yang meningkatkan pendapatan masyarakat, investasi yang banyak menyerap tenaga kerja lokal, investasi yang menggunakan mayoritas sumber daya lokal, investasi yang memberi kontribusi bagi peningkatan pelayanan publik, dan investasi yang meningkatkan PDRB.
Selain itu, investasi yang menjaga lingkungan berkelanjutan, masuk skala prioritas daerah, membangun infrastruktur untuk kepentingan publik, melakukan alih teknologi, merupakan industri pioner, menempati lokasi 3-T (terpencil, tertinggal, terluar/perbatasan), melaksanakan litbang dan inovasi, melakukan kemitraan dengan UMKMK, dan menggunakan barang modal, mesin, atau peralatan produk domestik.
"Untuk industri pioner menduduki peringkat pemberian insentif tertinggi, karena berdampak luas pada perekonomian daerah dan menggunakan teknologi baru," katanya.
Persoalan kemudahan investasi juga menjadi harapan masyarakat di Bali dan Batam. "Kalau BP Batam menaikkan pajak atau biaya lain seenaknya, ya investor lari," kata seorang pemandu wisata di Batam, Rtn.
Agaknya, harapan masyarakat untuk kemudahan investasi itu mengisyaratkan pentingnya "gotong royong" antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pengembangan investasi, baik melalui insentif, perizinan, maupun sinergis/kemitraan. (WDY)
Cara Batam Membangun di Tengah Resesi Ekonomi
Selasa, 21 Maret 2017 7:30 WIB