Denpasar (Antara Bali) - Puluhan perwakilan wanita melakukan aksi damai dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia di denpan Kantor Gubernur Bali, kawasan Niti Mandala Renon, Denpasar, Rabu.
Dalam aksinya tersebut kaum perempuan menuntut agar menghentikan politik upah murah, perbudakan modern, sistem kerja kontrak, sistem "outsourcing, komersialisasi pendidikan, cabut Peraturan Pemerintah 78 tahun 2015 tentang pengupahan dan stop perampasan tanah terhadap kaum perempuan.
"Bali sebagai tujuan pariwisata dunia tidak terhindar dari persoalan kemiskinan," ujar Koordinator Aksi Hari Perempuan Sedunia, Retno.
Menurut dia, ironisnya peningkatan jumlah kunjungan pariwisata dan pendapatan yang dihasilkan oleh pembangunan pariwisata tidak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan para pekerja pariwisata.
Rendahnya angka upah minimum provinsi yang telah ditetapkan menjadi persoalan dasar bagi para pekerja jauh dari angka kesejahteraan.
Selain itu, perempuan pekerja pariwisata juga masih mengalami ekspoitasi kerja yakni mengalami jam kerja "over time" dari jam 11 malam, mirisnya perusahaan tidak memberikan fasilitas transportasi untuk menjamin keamanan dari kaum perempuan tersebut.
Sistem multi skil juga menjadi alat ekploitasi dan politik upah murah bagi para pekerja pariwisata yang diterapkan perusahaan. "Sistem ini menjalan beban kerja ganda dengan rasio dua jenis pekerja dengan pembayaran satu upah," ujarnya.
Retno menambahkan bahwa dunia pendidikan yang seharusnya menjadi ruang dan wadah negara untuk mendidik dan memberikan kepada anak bangsa untuk belajar, namun sebaliknya dunia pendidikan menjadi ajang komersialisasi bagi penyelenggara pendidikan dan menciptakan calon tenaga kerja murah.
Dengan demikian, nasib perempuan Bali masih dalam kondisi yang sangat memperihatinkan karena penidasan dan penghisapan masih membelenggu kesejahteraan serta keadilan yang dicita-citakan oleh kaum perempuan dan sektor rakyat lainnya. (WDY)
Wanita Bali Peringati Hari Perempuan Sedunia
Rabu, 8 Maret 2017 15:08 WIB