Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali untuk 2017 mengalokasikan dana hibah yang diberikan untuk setiap "desa pakraman" atau desa adat sebesar Rp200 juta.
"Nilai hibah untuk setiap desa pakraman tahun ini masih tetap sama dengan tahun sebelumnya yakni Rp200 juta, dan hibah untuk setiap subak serta subak abian sebesar Rp50 juta," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha, di Denpasar, Rabu.
Dia menambahkan, hibah ini akan diterima oleh desa pakraman dan subak yang berada di bawah wilayah kelurahan. Sedangkan desa pakraman yang berada di bawah desa dinas, bantuan dari Pemprov Bali dalam bentuk Bantuan Keuangan Khusus (BKK).
"Hibah desa pakraman dan subak ditangani oleh Dinas Kebudayaan, sementara BKK desa pakraman dan subak ditangani oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Bali," ujar Dewa Beratha.
Hibah akan diterima oleh 102 desa pakraman, dan 172 subak. Sedangkan BKK akan diterima 1.385 desa pakraman dan 2.556 subak serta subak abian.
"Sekarang kami masih dalam proses untuk penyiapan kelengkapan administrasinya, seperti petunjuk teknis (juknis) dan surat keputusan gubernur tentang penerima hibah," ucapnya.
Pihaknya menjadwalkan Februari ini mulai dilakukan sosialisasi, bulan Maret sudah mulai berproses, sehingga diharapkan sekitar April dan Mei mendatang, hibah tersebut sudah bisa dicairkan.
"Karena anggarannya sama-sama dari Pemprov Bali dan sasarannya juga sama, tentu peruntukan hibah tidak berbeda dengan BKK untuk desa pakraman," kata Dewa Beratha.
Sebelumnya Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Bali Ketut Lihadnyana mengatakan 60 persen dari BKK yang diterima desa pakraman dapat dimanfaatkan untuk keperluan upacara keagamaan.
"Kalau tahun sebelumnya, maksimal 40 persen dari BKK yang bisa dimanfaatkan untuk upacara, tahun ini diperbolehkan maksimal hingga 60 persen," ujarnya.
Pihaknya mendorong penggunaan BKK dengan porsi yang lebih besar untuk pelaksanaan ritual keagamaan di desa agar dapat mengurangi beban masyarakat dalam mengeluarkan iuran.
Dari dana Rp200 juta tersebut, desa dapat memanfaatkan untuk keperluan ritual keagamaan hingga 60 persen (Rp120 juta), operasional pengurus adat dan kades hingga 10 persen (Rp20 juta), untuk kegiatan pasraman atau pendidikan Hindu sebesar 10 persen (Rp20 juta), serta kegiatan lainnnya yang terkait dengan pelestarian adat dan budaya yang disesuaikan dengan kebutuhan desa. (WDY)