Jakarta (Antara Bali) - Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat nilai investasi Tiongkok di Indonesia mencapai 1,6 miliar dolar AS hingga pada triwulan III-2016 dan menduduki tiga besar investasi setelah Singapura dan Jepang.
"Investasi China sangat besar sampai 1,6 miliar dolar AS artinya hanya dalam sembilan bulan mencapai peringkat ketiga, di atasnya ada Jepang, kemudian pertama Singapura," kata Direktur Wilayah III Kedeputian Pengendalian Pelaksanaan BKPM Wisnu Soedibjo pada diskusi di Jakarta, Kamis (21/1).
Wisnu mengatakan dari investasi yang masuk, teknologi asal Tiongkok menjadi faktor meningkatkan investasi tersebut di Indonesia. Menurut dia, kebutuhan akan teknologi dari Tiongkok di Indonesia menjadi tidak aneh sebab negara besar, seperti Singapura dan Jepang juga menggunakan teknologi Tiongkok dalam lini produksinya.
Ia merinci hingga triwulan ketiga 2016, penanaman modal tertinggi ada di Provinsi Jawa Barat dengan nilai investasi sebesar Rp82 triliun, kemudian Jawa Timur Rp60 triliun, Banten Rp43 triliun dan DKI Jakarta sebanyak Rp42 triliun.
Sementara itu, di tengah merebaknya isu tenaga kerja asing ilegal asal Tiongkok di Indonesia, BKPM mengatakan tidak membatasi kebebasan investor untuk memilih teknologi berserta tenaga kerjanya.
Ia menjelaskan kewenangan BKPM dalam mengawasi investasi hanya berdasarkan laporan penanaman modal, penambahan nilai investasi dan kegunaannya, baik untuk pembelian tanah, perluasa, pembangunan pabrik atau pembelian teknologi baru.
"Tidak ada persyaratan apa yang diawasi karena biasanya kami hanya melalui laporan penanaman modal per triwulan. Dari BPKM tida memiliki kewenangan apakah sudah ada IMTA (Izin Memperkerjakan Tenaga Asing)," kata Wisnu.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, tenaga kerja dari Tiongkok yang mengajukan proses perizinan sesuai prosedur atau memiliki IMTA berjumlah 21.121 orang.
Namun, ada 1.324 kasus sepanjang 2016 yang berhasil ditindak oleh Kementerian Ketenagakerjaan bersaama Ditjen Imigrasi Kemenkumham terkait Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal Tiongkok karena tidak memiliki IMTA dan penyalahgunaan jabatan. (WDY)