Jakarta,(Antara Bali) - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, praktik pernikahan yang tidak dicatatkan dalam administrasi negara (nikah siri) rentan tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan. "Nikah siri itu hulu, KDRT dan kekerasan terhadap perempuan hilir. Hulu dari pernikahan dini sangat kuat kaitannya dengan nikah siri," kata Mensos di Jakarta, Jumat. Pentingnya pernikahan diadminiatrasikan, kata Mensos, sebab terkait begitu rentannya "child trafficking", dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan terhadap anak, perceraian, serta kecacatan anak. Menurut dia, cacat bawaan dan tingginya kasus perceraian memiliki relasi yang cukup signifikan. Berkaca di Mesir dan Maroko, praktik nikah siri sudah tidak dilegalkan karena tidak diadministrasikan. Untuk meminimalisir kekerasan terhadap anak dan perempuan, kedua belah pihak mesti saling menjaga. Dorongan keluarga, dorongan pihak laki-laki dan perempuan bisa menyepakati untuk format tersebut. Dia menyebutkan, dari 86 juta anak 43 juta tidak memiliki akta kelahiran. Hal itu terjadi karena tidak punya akses untuk administrasi dan proses perkawinan tidak teradministrasikan. "Pemerintah bersikap tegas, pernikahan harus teradministrasikan demi perlindungan keluarga, khususnya anak dan perempuan. Lalu, tidak lagi mengenal format pernikahan tidak teradministrasikan," katanya. Di Indonesia masih banyak pria yang memiliki istri lebih dari satu. Namun, sebagai upaya pintu perlindungan keluarga, pemerintah mewajibkan setiap pernikahan harus diadministrasikan. "Saat ini, kita lebih banyak melakukan rehabilitasi sosial di hilir, tapi sangat kurang memperhatikan dengan seksama pada hulu," tambah Khofifah. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, anak-anak bisa mendapatkan akta kelahiran yang dinisabkan pada ibu. Tapi akan berdampak dan muncul beban sosial bagi anak, sebagai anak haram. (I018) |
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015