Oleh Edy Supriatna Sjafei
Usai shalat zuhur di masjid, yang berada di kawasan kompleks Kantor Kementerian Agama Yogyakarta, seorang pencermah naik ke mimbar untuk memberikan tausiyah.
Sudah menjadi kebiasaan di masjid tersebut, usai shalat zuhur diisi dengan tausiyah atau pencerahan. Durasinya tak lama sekitar tujuh atau bias sampai 10 menit. Meski demikian, substansi dari tausiyah punya kualitas tinggi. Apalagi materi yang disampaikan terasa aktual dengan suasana kebatinan yang terjadi di negeri ini.
Si penceramah, berperawakan pendek dan berusia sekitar 30 tahun, mampu mengocok perut jemaah yang jumlahnya sekitar 20 orang. Sangat cocok, karena seusai makan perut kenyang dan serangan ngantuk bisa dihalau.
Katanya, dalam ceramah itu, ketika Nabi Daud Alahi Salam berkuasa rakyatnya hidup sejahtera. Bahasa Jawanya, gemah ripah loh jinawi. Negara itu juga aman dan sentosa lantaran Nabi Daud sebagai hakim mampu bertindak adil dalam mengambil keputusan.
Meski beristeri banyak, kata pencerah, Nabi Daud sangat memperhatikan kesejahteraan di negerinya. Karena itu, faktor keamanan dan ancaman gangguan dari luar juga menjadi titik perhatiannya.
Hidup Nabi Daud juga bergelimang dengan harta. Rumahnya pun dilengkapi dengan kolam renang mewah. Di kolam renang itu, banyak isteri panglima mandi.
Satu saat, Daud AS pada pagi hari, ujar si penceramah, membuka jendela untuk melihat pemandangan di sekitar. Melihat keindahan seperti itu sudah menjadi kebiasaan rutin. Tapi, untuk kali ini, Ia merasa ada yang terasa asing.
Pasalnya, di kolam renang tanpa sengaja melihat seorang wanita cantik. Nabi Daud merasa tertarik dengan wanita muda tersebut. Meski sudah beristrikan sekitar 99 wanita, hasrat Nabi Daud untuk mengawini wanita yang berada di kolam renang itu makin menguat.
Lantas, Ia pun mengumpulkan informasi tentang wanita yang dimaksud. Usut punya usut, diketahui bahwa wanita cantik bernama Sabiqh binti Syatiqh, yang ingin dikawini tersebut ternyata calon isteri dari panglima perangnya, Uria bin Hannan.
Muncul niat merebut wanita tersebut. Hasrat birahi pun tak dapat dibendung. Lantas dicari siasat bagaimana caranya agar wanita itu segera dapat dinikai secara legal.
Karena Nabi Daud memegang kekuasaan, tentu untuk menjalani siasat merebut wanita cantik tak menemui hambatan. Rencana berjalan mulus.
"Sayangnya, Nabi Daud harus menunggu lama. Pasalnya ketika panglima perangnya, calon suami dari wanita yang dilihat di kolam renang, tidak mati-mati di medan perang. Berkali-kali dikirim ke medan perang, tidak mati-mati," katanya disambut tawa hadirin.
Nabi Daud pun makin risau. Akhirnya, panglima perang Nabi Daud yang setia itu wafat di medan perang dan meninggalkan calon isterinya yang cantik. Calon isteri panglima itu kemudian dinikahi sebagai isteri ke-100.
Belum terlalu lama Daud melengkapi isterinya yang ke-100 itu, Ia dihadapkan pada persoalan "sepele" yang harus diselesaikan di meja hijau. Yaitu, ada seorang pemilik seekor kambing menolak ternaknya itu dimiliki oleh seorang kaya, yang memiliki 99 kambing.
Dalam berbagai literatur dan laman disebutkan bahwa alasan si kaya hanya ingin melengkapi ternaknya menjadi 100 ekor. Sementara si miskin, pemilik seekor kambing, menolak kambingnya diambil lantaran hanya itulah miliknya.
"Begini yang mulia, saudara ini mempunyai 99 kambing betina. Sedangkan, saya hanya memiliki seekor kambing betina saja. Dia memaksa saya untuk menyerahkan kambing saya. Kata dia, supaya kambingnya genap seratus. Berbagai alasan dia kemukakan. Saya tak bisa menyangkalnya, habis dia pintar bicara". Selanjutnya, Daud menanyai pria yang satunya lagi.
"Apa benar yang dikatakannya tadi. Benar, yang mulia. Kalau begitu, kamu sudah berbuat zalim," kata Daud dengan nada marah.
"Kamu nggak boleh mentang-mentang, hentikan keinginanmu itu! Atau aku sendiri yang akan menghentikannya! Aku tak akan membiarkan kezaliman. Aku akan menghukum jika kamu tetap bersikeras," katanya.
"Hai, Daud, justru kamu yang seharusnya dihukum. Kamu sudah beristri 99 orang. Lalu, kenapa kamu masih ingin menikah lagi? Kamu bersikeras menikah dengan seorang gadis yang sudah bertunangan. Calon suami gadis itu adalah anggota tentaramu yang setia, mereka sangat mencintai satu sama lain".
Daud terperangah. Kata-kata orang itu sangat pedas. Daud terdiam. Sepatah pun tak ia katakan. Ia malah melamun. Saat itulah, kedua pria tadi menghilang.
Daud teringat kepada seseorang. Ya, seorang gadis itu bernama Sabiqh binti Syatiqh, wajahnya cantik menawan. Daud juga pernah mendengar. Si gadis sudah ada yang melamar. Calon suaminya bernama Uria bin Hannan, yang rencananya segera menikah.
Namun, rencana tinggal rencana. Uria bin Hannan mendapat tugas. Daud menyuruhnya pergi berjihad. Betapa sedih hati Uria. Rencana pernikahan yang sudah di depan mata menjadi berantakan.
Ketika itu Uria bin Hanan masih di medan perang. Tanpa sengaja Daud melihat gadis itu. Sungguh gadis yang bernama Sabiqh itu telah memikat hatinya. Daud terpesona dengan kecantikannya. Sejurus kemudian timbul keinginan untuk memilikinya. Daud segera mandatangi orangtua Sabiqh. Si gadis dilamarnya.
Padahal, Sabiqh sudah punya tunangan. Sang tunangan sedang berada di medan juang. Daud sendiri yang menyuruhnya pergi berperang. Orangtua Sabigh tentu saja senang.
Yang melamar bukan orang sembarangan. Seorang raja yang sangat berkuasa. Dihormati dan banyak harta. Bahkan, lebih dari itu, si pelamar juga seorang nabi. Lamaran Daud tak ditolak. Orangtua mana yang tak mau bermantukan seorang raja dan nabi. Tak ada alasan untuk menolak.
Sesaat kemudian, Daud tersadar. Bahwasannya kedua pria tadi bukan orang sembarangan, mereka pasti malaikat. Mereka diutus untuk memberinya peringatan. Maka, serta-merta Daud menyungkur. Ia bersujud memohon ampun.
Nabi Daud dinilai tak adil pada rakyatnya karena menjastifikasi dan mengklaim dirinya sebagai pembawa kebenaran. Padahal, di sisi lain, Nabi Daud yang merebut isteri panglimanya merupakan tindakan tidak etis.
Secara yuridis, memang Nabi Daud bertindak berlandasan hukum. Tapi, di sisi lain, dia melakukan tindakan licik. Dan, atas kejadian itu, Nabi Daud meminta ampunan kepada Allah.
Atas kesalahan itu pula Daud melakukan puasa sehari sekali sehari tak puasa. Puasa yang dimaksud itu kemudian dikenal sebagai Puasa Daud. (*/T007)
Pelajaran Poligami dari Nabi Daud
Selasa, 12 Februari 2013 10:28 WIB