Denpasar (Antara Bali) - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Badan Pembudayaan Kejuangan (DHD-BPK) Angkatan 45 Provinsi Bali Prof Dr Wayan Windia memberikan apresiasi atas terbitnya buku pahlawan yakni "Jiwa, Semangat dan Nilai-Nilai 1945 Dalam Revolusi Fisik di Bali".
"Buku setebal 192 halaman itu ditulis oleh Wayan Sudarta diterbitkan Yayasan Kebaktian Proklamasi Provinsi Bali yang diluncurkan bertepatan dengan HUT ke-70 Puputan Margarana dan 100 tahun usia pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai," kata Ketua DHD-BPK Provinsi Bali Prof Windia di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, salah satu warisan abadi dari generasi pembebas adalah generasi angkatan 45 adalah jiwa, semangat dan nilai-nilai 1945 (JSN-45). Oleh sebab itu dibentuk sebuah badan yakni Badan Pembudayaan Kejuangan Angkatan 45.
Tugas pokoknya untuk melestarikan dan membudayakan JSN-45 kepada masyarakat Indonesia dari satu genersi ke generasi berikutnya.
"Tugas itu tentu saja sangat berat, namun sangat membanggakan, karena kita bertugas untuk membudayakan sebuah nilai-nilai, yang dahulu diwariskan oleh para pejuang kemerdekaan," ujar Prof Windia.
Dalam dasa warsa ini, sangat banyak para pejuang dan pahlawan nasional yang diperingati ulang tahunnnya yang ke-100. Diantaranya, Jenderal Sudirman. Itu berarti bahwa pada saat perang kemerdekaan tahun 1945-1949, mereka berumur sekitar 28-30 tahun.
Meski masih dalam usia muda, mereka telah memutuskan untuk ikhlas dan berani berkorban jiwa-raga bagi bangsa dan negaranya. Sementara itu, Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai berhasil memimpin satu resimen pasukan tempur di Bali-Nusra. Meskipun mereka harus bertempur dengan peralatan yang sangat sederhana. Namun I Gusti Ngurah Rai (Pak Rai) tetap mampu membakar semangat pasukannya untuk bertempur terus, hingga terjadi Perang Margarana, tgl. 20 Nopember 1946.
Sementara Ketua Yayasan Kebaktian Proklamasi (YKP) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Gde Yudana menambahkan, pihaknya akan tampil sebagai motor penggerak peringatan satu abad I Gusti Ngurah Rai.
Ia mengatakan bahwa, YKP sejak berdirinya memang bertujuan untuk membina anak-anak yatim-piatu korban perang kemerdekaan di Bali. Dengan demikian merupakan kewajiban bagi YKP untuk memperingati HUT ke-100 dari I Gusti Ngurah Rai.
Yudana adalah putra sulung dari I Gusti Ngurah Rai. Dengan demikian ia akan berusaha untuk memobilisasi para putra-putri pejuang kemerdekaan di Bali. Ia mengharapkan momentum peringatan itu dapat menjadi ajang bangkitnya kembali semangat kebangsaan di Indonesia.
I Gusti Ngurah Rai lahir di Puri Carangsari Kabupaten Badung pada 30 Januari 1917. Dengan demikian pada tanggal 30 Januari 2017, Pak Rai genap berusia 100 tahun.
Pak Rai dikenal dengan surat balasannya kepada komandan pasukan Belanda di Bali, ketika diajak berunding oleh pihak Belanda. Esensinya, bahwa ia bukan kompromis, dan ia sanggup bertempur terus hingga lenyapnya Belanda dari tanah Bali.
Surat itu, sekarang dikenal luas sebagai sebagai 'Surat Sakti'. Surat itu selalu dibacakan secara lengkap pada setiap peringatan Perang Margarana, tanggal 20 Nopember. Pak Rai adalah pemimpin pasukan perang gerilya, tatkala bertempur di kawasan Margarana, Kabupaten Tabanan.
Yudana mengatakan bahwa tema peringatan Satu Abad I Gusti Ngurah Rai adalah "Mengobarkan Semangat Perjuangan Kebangsaan Kolonel (Anm) I Gusti Ngurah Rai". Untuk mengisi kegiatan itu, telah dilaksanakan napak tilas kebangsaan keliling Bali, dari 10 Nopember hingga 20 Nopember 2016.
Bedah buku tentang perjuangan Pak Rai, khususnya dilihat dari sisi-sisi humanis-nya. Judul buku tersebut adalah I Gusti Ngurah Rai Pahlawan Nasional : Sisi-sisi humanis Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bali. Diharapkan buku tersebut akan terus dapat dimanfaatkan sebagai 'kobaran api' untuk memelihara semangat perjuangan kebangsaan.
Sementara itu putra bungsu I Gusti Ngurah Rai, yakni I Gusti Ngurah Alit Yudha berharap agar keteladanan Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai, dapat terus hidup dan menginspirasi masyarakat dan bangsa Indonesia.
Momentum satu abad peringatan HUT Pak Rai dapat dijadikan tonggak penting bagi Generasi Baru Indonesia, dalam menemukan idola dan keteladanan.
Ia menambahkan kini banyak ada wacana tentang menghilangnya keteladanan. "Tanpa mengada-ada, saya kira para pahlawan bangsa patut tetap menjadi keteladanan bagi generasi yang akan datang," ujarnya. (WDY)