Mangupura (Antara Bali) - Anggota Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung menyoroti dugaan adanya monopoli penyedian jasa tower base transceiver station (BTS) atau perangkat komunikasi nirkabel yang dilakukan investor.
Dalam rapat panitia khusus yang dipimpin Ketua Pansus I Wayan Suyasa di Gedung DPRD Badung, Senin, meminta agar Pemkab Badung menghapus sistem monopoli dalam penyedia jasa tower telekomunikasi itu, karena selama ini hanya terjadi kontrak perjanjian dengan investor PT Bali Towerindo Sentral selama 20 tahun sejak Tahun 2008.
"Saya berharap sistem ini dihapus, karena banyak saya temukan ada satu tower terdapat banyak pemancar stasiun yang diduga tidak dikenakan pajak retrisbusi," kata Anggota Komisi II DPRD Badung Nyoman Mesir.
Pihaknya ingin Pemkab Badung menata keberadaan pemancar stasiun dimasing-masing tower karena, merusak estetika dan mengancam keselamatan warga sekitar.
"Khusunya tower di Desa Kutuh ditemukan tower yang ketinggiannya mencapai 175 hingga 200 meter yang sangat berbahaya bagi masyarakat sekitar," ujar politisi Golkar itu.
Ia juga meminta perjanjan antara Pemkab Badung dengan investor segera direvisi, karena diduga Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Badung itu, adanya sistem monopoli untuk setiap pemasangan pemancar di tower itu.
"Pemasukan Badung dari tower selama ini hanya bersumber dari izin mendirikan bangunan (IMB) saja dan saya meminta agar setiap pemancar stasiun yang diterpasang tower itu, dikenakan biaya retribusi per stasiunnya," ujarnya.
Sementara anggota pansus I Nyoman Dirga Yusa, I Wayan Sandra, Nyoman Oka Widyanta, I Gusti Anom Gumanti dan Luwir Wiana justru ramai-ramai mempertanyakan adanya perjanjian antara investor (PT BTS) dan Pemkab Badung.
Menurut para legislator tersebut perjanjian tersebut penting dalam pembuatan Perda ini. Pasalnya, menurut mereka akan mubasir kalau ada perda, tapi dalam pelaksanaannya justru masih ada sistem monopoli.
"Ada banyak kepentingan di Perda ini. Makanya aturannya harus jelas. Dan kami ingin tahu perjanjian pemkab dan investor itu," kata Dirga Yusa.
Hal senada juga disampaikan Wayan Sandra yang meminta pembatalan Perda Nomor 6 Tahun 2008. "Tolong lampirkan perjanjian yang pernah dibikin dengan perjanjian SKB 4 Menteri. Apakah memungkinkan tidak, tidak tower monopoli," kata Sandra.
Sementara Oka Widyanta dan Anom Gumanti justru khawatir dihapusnya sistem monopoli akan memunculkan masalah baru, karena perjanjian investor dan pemerintah saat ini masih berjalan.
"Apabila Perda diubah, terus bagaimana perjanjian yang 20 tahun itu?. Kami takut kalau isi perjanjian diubah pemerintah akan diperkarakan investor," ujar Oka Widyanta.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Badung Weda Dharmaja menjelaskan, terkait permasalahan tower sepenuhnya akan diatur dalam "master plan" yang kini masih disusun yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
"Kami harap Perda ini bisa diselesaikan dulu. Untuk retrebusi nanti akan kami buatkan Perda khusus tersendiri," ujarnya.
Terkait perjanji antara Pemkab dan investor selama 20 tahun, Weda mengaku saat ini masih berjalan. Namun, akan disesuaikan dengan aturan terbaru. "Perda Nomor 6 Tahun 2008 ini dianulir Mendagri karena dianggap memonopoli," ujar pejabat asal Sembung itu. (WDY)
DPRD Badung Soroti Monopoli Tower BTS
Selasa, 25 Oktober 2016 7:31 WIB