Denpasar (Antara Bali) - Anggota Mahkamah Konstitusi (MK) Dewa Gede Palguna mengatakan keberadaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali memiliki landasan konstitusional yang kuat, sebelum dan sesudah dilakukan perubahan UUD 1945 bersamaan dengan diakui serta dihormatinya kesatuan masyarakat hukum adat.
"Bedanya, kalau sebelumnya pengakuan itu diberikan oleh konstitusi secara implesit, sesudah dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, pengakuan dan penghormatan itu diberikan secara eksplisit," kata Dewa Palguna pada acara "Semiloka Penguatan Adat dan Budaya Bali melalui Peningkatan Peran serta Kedudukan LPD" di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan keberadaan LPD sebagai lembaga keuangan desa tersebut diturunkan dan penghormatan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat, maka sudah tepat jika UU Lembaga Keuangan Makro (LKM) mengecualikan keberadaan UU LKM.
Menurut dia, pada pasal 39 ayat (3) UU LKM tidak dapat ditafsirkan lain sebagaimana yang tertulis secara tegas dalam rumusan itu. Setiap juris tahu bahwa kaidah pertama dalam penafsiran undang-undang adalah terhadap ketentuan yang sudah jelas tidak boleh dilakukan penafsiran.
Oleh karena itu, kata dia, tidak mungkin kesimpulan lain dalam memahami ketentuan yang tertuang dalam pasal 39 ayat (3) UU tersebut. UU LKM bahwa LPD, Lumbung Pitih dan lembaga sejenis lainnya yang telah ada sebelum lahirnya UU LKM tetap diakui keberadaannya dan tetap berlaku, tunduk pada hukum adat.
"Apabila dilihat dari perspektif yang lebih luas, kehadiran lembaga keuangan makro yang diatur dan tunduk kepada UU LKM memiliki fungsi komplementer terhadap LPD dan lembaga sejenis lainnya yang dibentuk berdasarkan hukum adat), atau sebaliknya," ujar Dewa Palguna yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar itu.
Ia mengatakan hal ini sesungguhnya menguntungkan masyarakat sebab tidak semua orang memiliki akses terhadap LPD, karena kekhususannya sebagai lembaga keuangan yang didasarkan atas hukum adat, dalam hal ini hukum adat Bali.
Dewa Palguna lebih lanjut mengatakan keadaan itu teratasi dengan tersediannya lembaga-lembaga keuangan mikro yang diatur dalam dan tunduk kepada UU LKM. Sebaliknya bagi masyarakat Bali, khususnya krama (warga) adat aksesnya terhadap kebutuhan akan pembiayaan menjadi lebih besar, sebab selain itu dapat menggunakan jasa LPD, akses mereka juga terbuka lembaga-lembaga keuangan mikro yang diatur dalam dan tunduk kepada UU LKM.
"yang menjadi persoalan bagi masyarakat Bali, khususnya adalah bagaimana mengelola keberadaan LPD yang sepenuhnya tunduk kepada hukum adat Bali itu," ucapnya.
Sebab hukum adat Bali, secara kategori termasuk ke dalam rumpun hukum tidak tertulis. Maksudnya, meski saat ini di Bali hukum adatnya sudah banyak "disuratkan" dalam "awig-awig" tertulis, hal itu tidak berarti bahwa hukum adat Bali sudah "bersalin rupa" secara kategori menjadi hukum tertulis.
"Dalam hal ini pembatasannya hanya satu, tidak boleh bertentangan dengan hukum negara. Misalnya dalam pengenaan sanksi. Tidak boleh membuat aturan yang memuat sanksi yang bertentangan undang-undang, lebih-lebih dengan hukum pidana yang berlaku secara nasional," katanya. (WDY)
Anggota MK : LPD Memiliki Landasan Konstitusional Kuat
Jumat, 26 Agustus 2016 16:48 WIB