Denpasar (Antara Bali) - Pengamat masalah pertanian Dr Gede Sedana menilai, pengembangan kemitraan dengan petani mampu menghasilkan produk bermutu sesuai standar dan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
"Selain itu terbentuknya saling ketergantungan antara petani melalui kelompoknya (subak) dengan perusahaan sehingga dapat menjamin keberlanjutan sistem kerja sama dan masing-masing memperoleh keutungan secara ekonomis," kata Dr Gede Sedana yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendera Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, bentuk kemitraan tersebut antara lain pengembangan perusahaan daerah untuk membeli produk-produk dari usahatani sawah, meningkatkan penyediaan jasa asuransi pertanian, penyediaan kredit pertanian dan menetapkan lahan sawah abadi.
Upaya tersebut memiliki fungsi untuk membeli produk-produk pertanian khususnya produk pangan seperti beras, mengingat salah satu sifat produksi pertanian adalah musiman dan mengalami periode panen raya serta paceklik yang sangat mempengaruhi fluktuasi harga.
Gede Sedana menambahkan terwujudnya kemitraan tersebut memerlukan adanya dukungan dari Dinas Pertanian melalui peran para penyuluh untuk memberikan teknologi budidaya yang baik dan benar kepada petani yang terhimpun dalam wadah organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (subak).
Kredit pertanian merupakan salah satu syarat untuk memperlancar pembangunan pertanian yang harus disediakan dalam skema yang mudah dan murah. Syarat kredit, besaran kredit, suku bunga, lama pinjaman dan mekanisme pengembalian yang meringankan petani.
Pihak perbankan sebagai lembaga yang memberikan kredit juga perlu melakukan bimbingan teknis terhadap anggota subak yang menerima kredit menyangkut aspek administrasi, manajemen dan pengelolaan keuangan secara benar.
Demikian pula pengurus atau pengelola subak diarahkan untuk dapat mengelola bisnis melalui organisasi subak misalnya dalam bentuk koperasi petani, dengan tetap berpayung pada anggaran dasar dan angggaran rumah tangga subak.
Asuransi pertanian sangat diperlukan guna mengatasi ketidakpastian berproduksi dalam suatu usahatani, dan bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap risiko kerugian yang ditimbulkan oleh gagal panen akibat serangan hama, penyakit, ataupun bencana alam, ujar Gede Sedana. (WDY)