Denpasar (Antara Bali) - Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Bali mempersilakan wajib pajak melaporkan harta warisan untuk mendapatkan amnesti pajak meskipun warisan bukan merupakan objek pajak.
Kepala Seksi Bimbingan Penyuluhan dan Pengelolaan Dokumen Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Bali, Aris Dianarto dalam sosialisasi bersama Kamar Dagang Industri (Kadin) Bali di Denpasar, Senin, menjelaskan bahwa wajib pajak dapat memilih warisan, bisa diikutkan dalam amnesti pajak atau hanya dilaporkan melalui pembentulan pada SPT tahun berikutnya.
"Itu pilihan wajib pajak, apa ikut `tax amnesty` atau laporan biasa melakukan pembetulan," katanya.
Namun ia memberikan catatan apabila melalui pembetulan pada SPT tahun berikutnya maka wajib pajak tersebut masih mungkin dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan bahwa harta tersebut merupakan benar-benar dari warisan bukan dari penghasilan.
Berbeda dengan harta yang dilaporkan dalam amnesti pajak, wajib pajak diberikan fasilitas di antaranya berupa penghapusan pajak yang terutang dan sanksi serta tidak dilakukan pemeriksaan pajak.
"Aset warisan itu bisa diuji dan siap diuji. Artinya ada dokumen mendukung yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai warisan," katanya.
Kepala Seksi Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat DJP Bali, Eliza Rahel pada kesempatan yang sama menyebutkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk tidak menanyakan asal usul harta.
Pihaknya hanya meminta terkait perolehan harta tambahan yang belum diungkapkan.
"Jadi memang tidak dapat diketahui siapa saja yang ikut `tax amnesty`. Kami hanya dapat jumlah dan berapa tebusan," katanya.
Sementara itu Konsultan Pajak, Kadek Sumadi dalam sosialisasi itu mengakui bahwa pelaporan warisan dalam amnesti pajak menjadi salah satu kendala yang paling menonjol.
Dia menjelaskan bahwa warisan berupa aset yang dapat menghasilkan nilai disebut objek pajak yang harus dilaporkan wajib pajak.
Terkait pembayaran uang tebusan setelah melaporkan aset itu, Sumadi menjelaskan bahwa nilai uang tebusan diberikan sesuai dengan harga wajar yang diserahkan ke wajib pajak.
"Kalau tidak harga wajar ke wajib pajak, bisa `chaos` (kacau), orang bisa jual warisan untuk (tebus) itu. Menurut (harga) wajib pajak itu, dari sisi objek dan saya. Saya tidak punya uang, menurut saya murah, itu bisa saja," katanya.
Terkait dengan harga wajar yang diserahkan kepada wajib pajak, Kepala Seksi Bimbingan dan Penagihan DJP Kanwil Bali, Bambang Irawan menjelaskan bahwa ada pertimbangan nilai wajar yang diterima dengan masuk akal oleh tim peneliti.
"Anda menganggap nilai wajar ini apa kira-kira buktinya, masuk akal apa tidak," ucapnya. (WDY)