Negara (Antara Bali) - Eksekusi tanah negara di Desa Tukadaya, Kabupaten Jembrana diancam gugatan ke pengadilan, oleh warga yang menempati tanah tersebut.
Ancaman tersebut disampaikan Bambang Suharso, pengacara dari Samsi yang sempat mendirikan bangunan di lokasi tersebut, di sela-sela eksekusi pembersihan lahan dari bekas bangunan yang dilakukan tim yustisi Pemkab Jembrana, Jumat.
"Gugatan pasti akan kami lakukan. Karena klien kami orang tidak mampu, mereka masih mengumpulkan biaya untuk mendaftarkan gugatan ke pengadilan," katanya.
Ia mengatakan, ada yang janggal dengan klaim Pemkab Jembrana kalau tanah tersebut milik negara, karena Samsi masih ditagih pembayaran pajak oleh Dinas Pendapatan Daerah untuk tanah tersebut.
Menurutnya, meskipun sudah pemerintah sudah menyatakan lahan itu sebagai tanah negara sejak tahun 2010, tagihan pembayaran pajak masih kliennya terima hingga tahun 2016.
"Bahkan aparat desa yang mengantarkan surat tagihan pembayaran pajak tanah ini. Kalau memang dianggap tanah negara, kenapa masih ditagih pajaknya?" ujar Khotimah, isteri Samsi yang hadir saat eksekusi.
Selain itu, Bambang menunjukkan peta bidang dari tanah milik Samsuri selaku penyanding tanah yang disengketakan tersebut, dimana dalam sertifikat tertera tanah yang dieksekusi berstatus hak milik.
Pihak Samsi tetap bersikukuh, tanah di Dusun Munduk Ranti, Desa Kaliakah dengan posisi di pinggir sungai tersebut warisan dari kakeknya.
"Jangan kami dibodoh-bodohi dengan menyatakan ini tanah negara, dengan alasan di pinggir sungai. Ini tanah warisan kakek suami saya," kata Khotimah, yang mengaku saat ini ia menumpang di rumah anaknya yang lokasinya tidak jauh dari tanah tersebut.
Pantauan di lapangan, personil Satpol PP Jembrana dengan melibatkan TNI dan Polri untuk pengamanan, membersihkan lahan seluas 35 are tersebut dari bekas-bekas bangunan milik Samsi.
Selain tiga bangunan yang sudah roboh, aparat juga membongkar satu rumah bambu, serta separuh bangunan terbuka karena atapnya melewati batas tanah negara.
Sekda Jembrana I Gede Gunadnya yang memimpin eksekusi ini mengatakan, pihaknya sudah mengirim surat teguran kepada Samsi untuk membersihkan lahan tersebut, namun tidak dilakukan.
"Eksekusi pembersihan ini merupakan jalan terakhir yang kami lakukan, karena orang yang dulunya menempati dan membangun disini, tidak mau membersihkannya sendiri," katanya.
Setelah lahan di pinggir jalan raya Denpasar-Gilimanuk tersebut bersih, ia mengatakan, pemerintah bisa memanfaatkannya untuk ruang terbuka hijau.
Sekitar satu tahun lalu, sejumlah warga sekitar memprotes Samsi yang mendirikan bangunan di lahan tersebut, hingga masalahnya sampai ke Pemkab Jembrana.
Saat itu, untuk menentukan batas tanah milik pribadi Samsi dan keluarganya dengan tanah negara, pemerintah setempat melibatkan Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan pengukuran.
Dari pengukuran tersebut diperoleh luas tanah 35 are, yang diklaim Pemkab Jembrana sebagai tanah negara.(GBI)