Kuta (Antara Bali) - Perusahaan pengelolaan energi dan automasi, Schneider Electric menghadirkan solusi yang terkoneksi untuk efisiensi penggunaan listrik di tengah pesatnya arus urbanisasi, digitalisasi dan industrialisasi yang mendorong konsumsi energi bertambah tinggi.
Country President Schneider Electric Indonesia, Riyanto Mashan dalam seminar efisiensi energi di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis, menjelaskan bahwa saat ini teknologi terus berevolusi untuk menjawab kebutuhan efisiensi energi.
Untuk itu, perusahaan yang bermarkas di Prancis tersebut merealisasikan berbagai bentuk pengelolaan energi yang efisien melalui beragam solusi yang saling terkoneksi atau dikenal dengan "Internet of Things" (IoT) yang kini menjadi tren dalam industri kelistrikan dan teknologi informasi.
"Kami hadirkan beragam inovasi teknologi bidang energi dan automasi termasuk `software` (piranti lunak) dan analitik pendukung untuk mengubah teknologi informasi menjadi teknologi operasional," katanya.
Inovasi saling terkoneksi itu diharapkan mampu menunjang beragam kebutuhan industri yang semakin kompleks dan memerlukan efisiensi di antaranya di sektor residensial, industrial, infrastruktur, pusat data hingga bangunan.
Nantinya, lanjut dia, melalui inovasi yang saling terkoneksi itu akan terkumpul sejumlah data yang dapat digunakan pengguna termasuk organisasi atau perusahaan untuk menganalisa penggunaan energi mereka.
Itu artinya, pengguna mampu mendapatkan solusi yang terangkum dalam piranti lunak untuk mempermudah pengawasan dan pengontrolan energi.
Sementara itu pakar energi, Ir Rana Yusuf Nasir yang juga menjadi pembicara mengatakan bahwa solusi inovasi yang saling terkoneksi atau berbasis IoT itu memegang peranan penting untuk memonitor dan mengontrol penggunaan energi.
Sehingga pengguna memiliki kesempatan besar untuk mengevaluasi dan mengambil langkah untuk efisiensi energi.
Menurut dia, gedung bangunan merupakan instrumen yang menghabiskan lebih dari sepertiga sumber daya dunia untuk konstruksi menggunakan 40 persen energi global dan menghasilkan sekitar 40 persen total emisi karbon.
Ia menyebutkan bahwa indeks efisiensi energi untuk bangunan komersial seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan, perkantoran maupun perhotelan di Indonesia dinilai masih jauh di bawah negara-negara Asia.
Padahal pada tahun 2025, Indonesia sudah harus mencapai 15 persen efisiensi nasional untuk bangunan komersial sesuai dengan Rencana Induk Konservasi Energi Nasional tahun 2011.
"Untuk mencapai target itu masih banyak hal yang harus dibenahi para pengelola bangunan baik bangunan lama maupun baru," katanya.
Melalui IoT itu, kata dia, perangkat keras dan lunak di dalam gedung bisa diintegrasikan meliputi perencanaan, penginstalan, dan pelayanan yang termonitor termasuk efisiensi terhadap biaya operasional bangunan.
Berdasarkan berbagai rumusan dan matriks, Rana menyatakan bahwa upaya efisiensi energi bangunan lama memerlukan usaha yang lebih besar.
Untuk itu, upaya tersebut perlu dukungan regulasi dan penegakan hukum yang jelas, bersifat mandatorial dan adanya kebijakan insentif yang memerlukan intervensi dari pemerintah.
Data dari International Energy Agency, saat ini 1,3 miliar orang di dunia masih belum memiliki akses energi khususnya listrik.
Di sisi lain pertambahan penduduk dan era digitalisasi membutuhkan energi besar yang diprediksi akan ada sekitar 50 miliar perangkat terkoneksi internet tahun 2020 serta sektor industrialisasi yang menyerap 50 persen energi tahun 2050.
Di Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan rasio elektrifikasi nasional baru mencapai sekitar 86 persen atau 14 persen masyarakat di Tanah Air yang belum menikmati aliran listrik. (DWA)
Schneider Electric Hadirkan Solusi Terkoneksi Efisiensi Listrik
Kamis, 14 April 2016 12:00 WIB