Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika masih menunggu rekomendasi Kejaksaan Tinggi Bali terkait mekanisme pencairan dana hibah, menyusul pencabutan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri yang mengatur belanja hibah.
"Saya belum terima suratnya, beliau (Mendagri) bilang sudah tanda tangan dua minggu yang lalu. Tetapi kami belum terima," kata Pastika di sela-sela Musrenbang Provinsi Bali di Denpasar, Selasa.
Oleh karena belum menerima surat resmi mengenai pencabutan surat edaran (SE) itu yang berimplikasi bahwa kini penerima hibah tidak perlu berbadan hukum misalnya untuk kelompok nelayan, petani, dan pembangunan tempat ibadah, sehingga pihaknya sementara ini masih menunggu rekomendasi Kejati Bali.
Surat Edaran Mendagri Nomor 900/4627/SJ tertanggal 18 Agustus 2015 sebelumnya berisi ketentuan bahwa belanja hibah dapat diberikan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, BUMN dan BUMD serta badan, lembaga kemasyarakatan dan organisasi yang berbadan hukum Indonesia.
"Kami masih menunggu dari Kejaksaan, yang mana boleh, yang mana tidak. Karena kalau kami jalankan, ada undang-undangnya soalnya, apakah bisa UU itu diabaikan," ucapnya mempertanyakan.
Menurut Pastika, bagaimanapun pemerintah daerah harus berpegang pada hukum dan harus berjalan di atas peraturan dengan mengedepankan asas legalitas.
"Bukan saya tidak mau memberikan, sudah kita anggarkan kok semuanya. Hanya persoalan adalah eksekusinya, pelaksanaannya, itu aja. Tetapi kalau ada dasar hukum atau payung hukum yang jelas diberikan kepada kita, dan kita sepakat, itu bisa menjadi dasar untuk pelaksanaan ya kita laksanakan. Tidak ada masalah," ujarnya.
Dampak dari belum jelasnya regulasi pencairan hibah yang digunakan, lanjut Pastika, terutama berpengaruh pada program bedah rumah yang untuk APBD Induk 2016 dianggarkan sebanyak 1.500 unit.
Ia mengemukakan, program bedah rumah itu akan diberikan dalam bentuk hibah kepada perorangan, yang tentu saja bukan berbadan hukum. Padahal dalam regulasi disebutkan hibah hanya dapat diberikan kepada kelompok masyarakat yang berbadan hukum.
Belum lagi hibah untuk penerima program Simantri (Sistem Pertanian Terintegrasi). Memang kelompok penerimanya dibentuk ada SK bupati dan sebagainya.
"Mungkin itu bisa. Apakah itu dianggap sudah berbadan hukum, kan bunyinya Undang-undang begitu, berbadan hukum negara kesatuan RI. Artinya kalau itu diterjemahkan secara saklek, itu adalah harus ada SK Menkumham," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bantuan hibah untuk pembangunan tempat ibadah, kelompok nelayan, petani dan sebagainya tidak perlu berbadan hukum. "Yang lama (SE-red) kami cabut, sudah saya teken dua minggu lalu," ujarnya. (WDY)
Pastika Tunggu Rekomendasi Kejati Soal Pencairan Hibah
Selasa, 12 April 2016 15:55 WIB