Bandung (Antara Bali) - PT Dirgantara Indonesia menyebut helikopter AW-101 buatan Italia mudah menjadi sasaran tembak karena memiliki tiga buah mesin.
"Helikopter AW-101 memiliki tiga 'engine', sehingga cenderung menimbulkan tanda tingkat kepanasan lebih tinggi dan mudah dideteksi pencari panas (menjadi sasaran tembak senjata dengan pencari panas), berbeda dengan helikopter EC-725 yang hanya dua 'engine'," kata Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo di Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Pernyataan Arie menyoal rencana pengadaan helikopter khusus Presiden dan Wakil Presiden yang menuai pro dan kontra. TNI AU menginginkan helikopter Presiden dibeli dari Italia yakni jenis AW-101, sedangkan sejumlah kalangan merekomendasikan pembelian helikopter dari PTDI yakni tipe EC-725.
Arie mengatakan pembelian helikopter AW-101 membutuhkan investasi tambahan, berupa pengadaan bengkel, fasilitas penunjang dan pelatihan pilot serta teknisi yang memakan waktu.
Sedangkan pembelian EC-725 dipercaya tidak akan membutuhkan investasi tambahan karena EC-725 merupakan pengembangan dari helikopter superpuma yang selama ini digunakan Presiden dan Wakil Presiden RI.
"PTDI sudah mengembangkan superpuma menjadi EC-725, yang teknologinya tidak berbeda jauh dengan AW-101. Dengan EC-725, artinya bisa menggunakan pilot superpuma, penguasaan teknologinya lebih mudah," tuturnya.
Arie menekankan fitur-fitur yang ada pada helikopter EC-725 juga sudah sangat layak untuk VVIP sekelas kepala negara. Helikopter jenis ini sudah digunakan oleh sedikitnya 32 kepala negara di seluruh dunia.
"Di setiap unit helikopter EC-725 PTDI terlibat dalam pembuatan 'fuselage' (badan) dan 'tailboom' (buntut) serta melakukan kustomisasi sendiri," jelasnya.
Menurut Arie, helikopter untuk kepala negara seyogyanya dibuat dan dirakit di negara asal, agar menjamin keamanan kepala negara. Dia menyampaikan apabila Presiden berminat menggunakan helikopter EC-725 maka PTDI siap menyelesaikannya pada akhir tahun 2016. (WDY)