Singaraja (Antara Bali) - Sejarawan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Bali, I Made Pageh MHum menggagas wisata tur dalam Kota Singaraja untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah itu.
"Kota Singaraja sesungguhnya dapat dikembangkan menjadi wisata kota, mengingat Singaraja merupakan kota bersejarah di Pulau Dewata, terlebih lagi pernah menjadi ibukota Sunda Kecil," kata I Made Pageh di Singaraja, Rabu.
Ia menjelaskan, ketika masa pemerintahan Gubernur I Gusti Ketut Pudja, Singaraja ditetapkan sebagai ibukota Sunda Kecil yang melingkupi wilayah Bali dan Nusa Tenggara. "Mengingat ketika itu Buleleng memiliki pelabuhan besar yang menjadi pusat perdagangan, yakni Pelabuhan Buleleng," imbuhnya.
Namun, kata dia, pada 1952 secara politik Sunda Kecil terbagi menjadi tiga wilayah yakni Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan selanjutnya pada 1962 ibukota Bali beralih ke Denpasar.
Ia lebih jauh memaparkan, sepanjang Jalan Ngurah Rai Singaraja membentang sampai Eks Pelabuhan Buleleng dahulu merupakan sempadan kolonial dan di sepanjang jalan berderet bangunan-bangunan berasitektur Belanda.
"Sekarang orang Buleleng tidak mengerti bahwa itu merupakan `landscape` bersejarah dimana dahulu di dekat jalan itu berdiri Raad Van Kerta atau kantor pengadilan zaman Belanda, tapi sekarang sudah dirobohkan," katanya.
Selain itu, kata dia, di sepanjang kawasan itu juga terdapat sempadan kolonial, selain bangunan-bangunan Belanda juga tidak sedikit bangunan asitektur Bali klasik. "Namun nasibnya juga sama, banyak yang telah dirobohkan," kata dia.
Selanjutnya, kata dia pihaknya sangat menyayangkan, kini di kawasan banyak berdiri bangunan-bangunan baru yang lebih menjorok ke depan, sehingga jalanan yang dulunya lebar kini menjadi lebih sempit, sementara bangunan-bangunan bersejarah sebagian telah beralih menjadi milik perseorangan.
"Bangunan-bangunan kolonial itu sebetulnya memiliki desain sangat bagus dari segi penataan, jalannya lebar, tapi sekarang entah kenapa banyak bangunan baru yang berdiri sampai memakan jalan, jadinya tidak karuan. Dahulu jalan nggak sesempit ini,' keluhnya.
Di sisi lain, pihaknya sangat berharap bangunan-bangunan bersejarah yang masih tersisa dapat segera dilindungi, sehingga dapat terselamatkan.
Satu diantaranya dengan membuat peraturan daerah (perda) yang mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2010, setiap bangunan yang berusia lebih dari 50 tahun termasuk cagar budaya dan harus dilindungi.
"Sebenanya sudah ada peraturan pemerintah pusat tentang perlindungan benda-benda bersejarah, sekarang masalahnya ingin atau tidak menerapkannya," ujarnya. (WDY)
Sejarawan Buleleng Gagas Tur Kota Singaraja
Rabu, 25 November 2015 10:14 WIB