Jakarta (Antara Bali) - Kongres III Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) mengusulkan kepada Pemerintah untuk membentuk Komisi Ideologi Nasional sebagai suatu terobosan politik dalam merespon situasi krisis ideologis, infiltrasi dan penetrasi nilai-nilai yang bertentangan dengan ideologi negara.
"Komisi Ideologi Nasional ini bertugas mengawal pelaksanaan Revolusi Mental untuk membangun watak dan karakter negara, watak dan karakter rakyatnya agar sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi negara," kata anggota Steering Committee Kongres III GMNI Andreas Pareira saat membacakan manifesto politik Persatuan Alumni GMNI sebelum penutupan kongres, di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (8/8).
Manifesto politik itu sebagai peta jalan dalam mengimplementasikan jalan Trisakti menuju tatanan masyarakat Pancasila.
"Mengingat begitu fundamental dan strategisnya kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai ideologi negara dalam praksis kehidupan dan kelangsungan berbangsa dan bernegara, maka PA GMNI mengusulkan agar pemerintah untuk menetapkan hari lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 untuk melengkapi Surat Keputusan Presiden No18 Tahun 2008 tentang Penetapan Tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi," kata Andreas.
Selain itu, penataan politik dan kepartaian dengan memperkuat pelembagaan permusyawaratan dalam perwakilan sebagai mekanisme pembentukan kekuasaan dengan menekankan prinsip keterwakilan kepentingan rakyat dalam agenda-agenda kekuasaan.
Manifesto itu juga berisi agar mendorong Indonesia aktif dalam isu-isu global, terutama di kawasan Asia Pasifik dalam kapasitas sebagai negara yang berkepentingan secara langsung terhadap stabilitas keamanan, sengketa wilayah dan perbatasan, pemanfaatan sumber daya alam dan jalur perdagangan maupun militer guna menjamin kepentingan nasional Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang di kawasan Asia Pasifik.
PA GMNI, kata dia, juga merekomendasikan pemberlakuan otonomi khusus bagi wilayah perbatasan dengan memperluas akses dan kewenangan pemerintah pusat guna mengakselerasi pembangunan perbatasan dalam dimensi ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
Mendukung langkah penguatan peran negara atas seluruh urusan yang menyangkut hal-hal strategis yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dan vital bagi eksistensi negara bangsa, baik sebagai regulator maupun aktor.
"Hal-hal strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak mencakup sumber daya energi, mineral dan pertambangan, sumber daya air, sumber daya kelautan, pendidikan, keuangan dan perbankan, alutsista, dan telekomunikasi, serta berbagai sektor strategis lainnya yang ditujukan untuk melindungi kepentingan nasional dan sepenuh-sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat," katanya.
Berbagai kontrak kerja sama antara negara dan modal asing harus diletakkan dalam prinsip yang mutualistik dan adil, mendukung kemandirian ekonomi dan memperkuat kedaulatan nasional.
PA GMNI mendukung agar negara tidak boleh abai sebagai garda terdepan dalam melindungi kepentingan publik dari keganasan pasar bebas akibat keserakahan perilaku kapitalistik.
Negara, tambah dia, harus hadir dan menanggung beban terberat dari dampak-dampak kerugian ekonomi nasional, guncangan krisis serta akibat lain yang timbul dari hubungan-hubungan ekonomi antar bangsa. Negara tidak boleh lagi membiarkan rakyat menanggung beban terberat dari berbagai dampak kebijakan ekonomi nasional yang merugikan.
Mendorong pada pemerintah agar menyusun suatu Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana sebagai pedoman dalam menentukan arah pembangunan nasional dengan menempatkan potensi dan kekuatan sektor maritim sebagai modal dasar utama untuk mewujudkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru dunia (New Emerging Economic Forces-NEEFO).
"Mendukung penganugerahan gelar pahlawan nasional pada tokoh-tokoh nasionalis-sukarnois, yaitu Ali Sastroamijoyo, Iskak Cokro Hadisuryo, Soenario, dan Suwiryo, yang karena pengabdian dan jasanya telah turut serta mengembangkan ajaran Bung Karno dan berkontribusi dalam perjuangan kebangsaan membangun negara bangsa," demikian Andreas. (WDY)