Denpasar (Antara Bali) - Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia mengancam memboikot kunjungan wisatawan ke Kawasan Catur Angga Batukaru, Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, yang menjadi satu-kesatuan dengan tiga kawasan lainnya yang dikukuhkan UNESCO menjadi warisan budaya dunia (WBD).
"Upaya boikot itu dengan mengajak biro perjalanan wisata (BPW) tidak mengantarkan tamu menyaksikan panorama pemandangan sawah bertingkat-tingkat, jika Pemerintah Kabupaten Tabanan tidak mampu menyelesaikan friksi atau masalah dalam kawasan tersebut," kata Prof Windia di Denpasar, Senin.
Pada acara penandatanganan kesepakatan bersama 12 Dekan Fakultas Pertanian dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli pertanian untuk kesejahteraan petani di Bali dan Indonesia, Ia menyayangkan Pemkab Tabanan hanya menginginkan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan sehingga pendapatan asli daerah (PAD) bertambah tanpa memperhatikan aspek kelestarian.
Padahal Pemkab Tabanan harus bertanggungjawab terhadap proposal usulan untuk mendapat persetujuan UNESCO menjadi WBD.
Adanya pengakuan UNESCO terhadap kawasan Catur Angga Batukaru, Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, kini sejumlah pemilik modal bersikeras membangun fasilitas pariwisata di kawasan tersebut.
"Jika Pemkab Tabanan tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut, kami akan mengajak BPW untuk memboikot kunjungan wisatawan ke Jatiluwih, seperti boikot yang pernah dilakukan ke Desa Tradisional Trunyan, Kintamani beberapa tahun lalu," ujar Prof Windia.
Ia mengharapkan Pemkab Tabanan memperhatikan permasalahan lain menyangkut kelestarian dan kelangsungan WBD, bukan sekedar hanya memperhatikan upaya untuk meningkatkan kunjungan pelancong ke daerah itu.
Sebelumnya di kawasan WBD itu ada dua pemilik modal bersikeras membangun vila dan rumah makan di dalam kawasan Catur Angga Batukaru.
Kedua investor itu salah seorang di antaranya dari Surabaya, Jawa Timur dan satu lagi pengusaha Bali. Kedua investor itu masing-masing menguasai lahan sekitar 400 meter persegi (empat are) melakukan penggalian untuk fondasi.
Satuan polisi pamong praja (Satpol PP) Tabanan sudah menyita alat-alat kerja buruh bangunan tersebut dan meminta investornya datang ke kantor Satpol PP untuk menyelesaikan urusan dengan baik.
Meskipun demikian buruh bangunan itu tetap bekerja di dua titik dengan tenaga sekitar dua sampai tiga orang.
Prof Windia menegaskan, bagaimanapun Pemkab Tabanan harus mampu mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut, karena dalam kawasan WBD tidak dibenarkan adanya pembangunan fisik. (WDY)