Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Sosial punya tiga tugas terkait penanganan prostitusi khususnya bagi perempuan eks pekerja seks komersial (PSK) agar mereka mandiri.
"Mereka bisa mendapatkan program intervensi dari Kemensos. Bagi mucikari tidak ada pemberdayaan, melainkan tindakan hukum tegas mesti dijerat," kata Menteri Sosial dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Intervensi dari Kemensos terkait penanganan perempuan bekas lokalisasi prostitusi sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi), yaitu memberikan bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP), menyiapkan tiket pulang kampung, serta memberikan jaminan hidup (Jadup) selama dua bulan.
"Para perempuan mesti diberdayakan dan dibangun kemandirian, terutama di bidang ekonomi dan di Kemensos dengan program UEP dan Kelompok Usaha Bersama (Kube)," katanya.
Program UEP diperuntukan bagi perorangan Rp3 juta dan KUBE bagi kelompok terdiri 10 orang dengan bantuan Rp20 juta. Sehingga, para perempuan bekas lokalisasi tidak hanya diselamatkan, tapi diberikan penghidupan layak dan lebih manusiawi. "Para bupati dan wali kota agar pro aktif dalam penanganan prostitusi, dengan mendata perempuan dan menyiapkan mereka berbagai program pemberdayaan," katanya.
Hukum Indonesia tidak melegalkan dan membenarkan lokalisasi prostitusi. Sebab, di dalamnya terdapat empat masalah fundamental, yaitu perbudakan, tindak kejahatan, eksploitasi, serta perdagangan manusia. "Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak melegalkan lokalisasi prostitusi di Indonesia," kata Mensos yang juga Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama tersebut.
Menurut dia, tidak ada salahnya Indonesia belajar dari Swedia soal penanganan prostitusi dengan memberikan hukuman terhadap pelanggan, pelaku dan mucikari. Artinya, ketiganya mendapatkan hukuman tegas dan sanksi sosial. (WDY)
Kemensos Punya Tiga Tugas Dalam Penanganan Prostitusi
Senin, 1 Juni 2015 10:45 WIB