Denpasar (Antara Bali) - Dua pemilik modal tetap membangun vila dan rumah makan di dalam kawasan Catur Angga Batukaru, Jatiluwih, Kabupaten Tabanan yang menjadi satu dengan tiga kawasan lainnya yang telah dikukuhkan UNESCO menjadi warisan budaya dunia (WBD).
"Kedua investor itu salah seorang di antaranya dari Surabaya, Jawa Timur dan satu lagi pengusaha Bali," kata Pesaseh Subak Jatiluwih, Tabanan I Nyoman Sutama BSc ketika dihubungi Antara, Selasa.
Ia mengatakan, kedua investor yang masing-masing menguasai lahan sekitar 400 meter persegi (empat are) sedang melakukan penggalian untuk pondasi dan sudah mulai menembok.
"Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Tabanan maupun Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sudah datang ke lokasi untuk melarang pembangunan itu, namun pemilik modal tetap bersikukuh melanjutkan pembangunan dalam kawasan WBD yang dilarang ada pembangunan fisik," ujar I Nyoman Sutama.
Ia menambahkan, Satpol PP Tabanan sudah menyita alat-alat kerja buruh bangunan tersebut dan meminta investornya datang ke kantor Satpol PP untuk menyelesaikan urusan dengan baik. "Meskipun demikian buruh bangunan itu tetap bekerja di dua titik dengan tenaga sekitar dua sampai tiga orang," ujar ujar Nyoman Sutama.
Kedua investor itu mulai melakukan pembangunan fisik sejak dua minggu yang lalu hingga sekarang masih tetap bersikeras, meskipun Satpol PP Kabupaten Tabanan sudah memperingatkan agar menghentikan seluruh aktivitasnya.
UNESCO mengukuhkan Kawasan Catur Angga Batukaru, Jatiluwih, Kabupaten Tabanan sebagai WBD sejak 20 Juni 2012. Sawah yang berundag-undang (bertingkat) itu merupakan satu kesatuan dengan kawasan suci Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung, daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar dan Pura Ulundanu Batur, Kabupaten Bangli.
Padahal ribuan petani pada 14 subak di kawasan Catur Angga Batukaru, Kabupaten Tabanan sebelumnya telah sepakat untuk mempertahankan lahan garapannya sebagai kawasan pertanian dan tidak akan menjualnya jika peruntukannya di luar sektor pertanian. (WDY)