Denpasar (Antara Bali) - Dewan Ahli (Sabha Welaka) Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Made Raka Santri mengharapkan pemerintah Kabupaten Tabanan, melestarikan subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia yang diakui UNESCO.
"Jangan sampai upaya menjaga dan mengembangkan Catur Angga Batukaru itu bertentangan dengan tujuan rencana pengelolaan yang digariskan UNESCO," kata Dewan Ahli majelis tertinggi umat Hindu di Bali, Made Raka Santri di Denpasar, Jumat.
Hal itu penting menjadi penekanan jangan sampai UNESCO mencabut pengakuan sebagai warisan budaya dunia terhadap sawah yang berundang-undang dengan panorama pemandangan yang indah itu.
"Jika hal itu sampai terjadi tidak hanya Pemkab Tabanan yang malu, namun juga masyarakat Bali dan Pemerintah Indonesia menanggung hal yang sama," ujar Made Raka Santri.
Oleh sebab itu masyarakat dan pemerintah Kabupaten Tabanan menjaga dan melestarikan warisan tersebut sekaligus mengembangkan sesuai tujuan utama rencana pengelolaan yang telah disetujui UNESCO.
Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia mengkhawatirkan pengakuan UNESCO terhadap warisan di Bali dicabut karena pengelolaannya bertentangan dengan tujuan utama penanganan yang ditekankan UNESCO.
Penekanan UNESCO tersebut antara lain perlindungan dan peningkatan kesejahteraan petani, pelestarian, promosi jasa ekosistem, pelestarian budaya, pengembangan pariwisata yang terarah serta pembangunan infrastruktur dan fasilitas.
Namun kenyataannya kawasan Jatiluwih yang telah mendapat pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia kini kondisinya semakin amburadul dalam pola pengembangan fisik yakni diboldozer.
"Bahkan dalam pola pengembangan fisik sejumlah areal sawah diratakan dengan alat berat (boldozer) untuk membangun tempat parkir," ujar Windia.
Pengunjung berjalan tidak begitu jauh, sekaligus memberikan nilai tambah bagi warga desa untuk menjual aneka jenis cinderamata maupun minuman, ujar Prof Windia. (APP)