Singaraja (Antara Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali menggandeng sejumlah media cetak dan elektronik untuk ikut berpartisipasi dalam edukasi terkait transaksi non-tunai, termasuk uang elektronik.
"Bank Indonesia bersama perbankan dan media berupaya mengedukasi masyarakat, termasuk semua komponen pemerintah juga membantu terwujudnya uang elektronik," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Dewi Setyowati di Lovina, Kabupaten Buleleng, Sabtu.
Upaya edukasi terkait bank sentral itu dilaksanakan di Lovina, Singaraja, Kabupaten Buleleng, melalui pelatihan kepada sekitar 25 awak media di Pulau Dewata, 24-26 April 2015.
Menurut dia, bank sentral itu kini gencar melakukan sosialisasi Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) kepada masyarakat untuk mengurangi transaksi menggunakan uang tunai.
Transaksi non-tunai itu bisa dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, kartu debit dan uang elektronik.
Khusus uang elektronik, terdapat empat bank nasional yang telah meluncurkan kartu uang elektronik yang bisa diisi ulang maksimal Rp1 juta di antaranya BRI, BNI, Mandiri, BCA dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali yang bekerja sama dengan Bank Mandiri menerbitkan e-money BPD Bali.
Dewi menjelaskan bahwa penggunaan transaksi non-tunai memiliki sejumlah keunggulan di antaranya lebih mudah dan praktis serta adanya pencatatan transaksi keuangan.
Sedangkan transaksi pembayaran dengan menggunakan uang tunai dinilai masih memiliki sejumlah kelemahan di antaranya faktor keamanan seperti risiko hilang, pencurian atau uang palsu yang besar serta memerlukan uang pecahan uang kecil sebagai kembalian ketika melakukan transaksi.
"Padahal mencetak uang kertas baru itu membutuhkan biaya besar apalagi menyangkut biaya keamanan," imbuhnya.
Melalui sosialisasi dan pemberitaan terkait transaksi non-tunai dan uang elektroik, masyarakat digugah untuk beralih melakukan pembayaran menggunakan non-tunai dan uang elektronik.
Apalagi tingkat penggunaan transaksi non-tunai masyarakat Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara di kawasan ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Singapura.
Dewi menyebutkan bahwa dari survei lembaga keuangan internasional, Indonesia masih sekitar 99,4 persen warganya menggunakan instrumen transaksi uang tunai, sedangkan Malaysia 92,3 persen bahkan Singapura menyentuh 55,5 persen.
"Sebentar lagi ASEAN akan memasuki zona perdagangan bebas atau MEA, kita tidak boleh ketinggalan," katanya.
Sementara itu terkait uang elektronik di Bali, lanjut Dewi, menunjukkan pertumbuhan yang signifkan dari tahun 2013 yang hanya tercetak sekitar 54 ribu kartu melonjak menjadi 111 ribu kartu pada tahun 2014 dengan nilai transaksi mencapai sekitar 14,23 miliar.
"Kami targetkan hingga Desember 2015 tumbuh sekitar 30 persen kartu uang elektronik yang digunakan masyarakat," ujarnya. (WDY)
BI Bali Gandeng Media Edukasi Uang Elektronik
Sabtu, 25 April 2015 10:00 WIB