Singaraja (Antara Bali) - Sekitar 500 warga Desa Adat Lemukih, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali, yang sedianya akan mengikuti jalannya sidang penganiayaan, Rabu, mendatangi kantor pertanahan (BPN) setempat setelah sidang kasus tanah itu ditunda.
Warga menuntut Kepala Kantor Pertanahan Buleleng Gede Sukardan melakukan lagi pengukuran tanah sengketa antara masyarakat Desa Lemukih dengan pihak pemegang sertifikat yang beberapa waktu lalu tertunda dan membatalkan sertifikat lawan.
Warga yang tiba di lokasi pukul 11.00 Wita dengan beberapa truk dan kendaraan pribadi sepeda motor maupun mobil itu, tertahan di pintu masuk Kantor Pertanahan Buleleng di Singaraja yang dijaga ketat oleh aparat kepolisian setempat.
Hanya beberapa perwakilan dari masyarakat, termasuk Kepala Desa Lemukih Gede Widiarta serta tim penasehat hukum warga Desa Lemukih saja yang diizinkan menemui kepala kantor pertanahan di ruangannya.
Suasana sempat memanas ketika terjadi adu mulut antara pihak warga dengan Gede Sukardan yang hanya didampingi oleh salah satu stafnya. Pertemuan itu juga disaksikan Kepala Bagian Operasional Polres Buleleng Komisaris Polisi Ida Bagus Putu Wedanajati.
Pihak warga menganggap BPN tetap harus melakukan pengukuran ulang tanah sengketa dan membatalkan terbitnya sertifikat yang statusnya milik Pura Desa Lemukih itu.
Sementara Sukardan tetap berprinsip bahwa kasus tanah itu sudah selesai di kantor pertanahan setempat menyusul keluarnya surat dari BPN Pusat tertanggal 8 Oktober 2009, bahwa kasus itu harus diselesaikan melalui lembaga peradilan.
Terkait pernyataan Sukardan itu, Gede Harja Astawa, salah seorang dari tim penasehat hukum warga Desa Lemukih mengatakan, pihaknya meragukan jaminan keamanan jika kasus itu sampai ke penggadilan.
"Intinya kedatangan kami untuk mempertanyakan kepada Kepala BPN Buleleng kenapa sampai urung melakukan pengukuran tanah dan meninggalkan lokasi begitu saja. Padahal keamanannya dalam melakukan pengukuran itu sudah dijamin oleh Kapolres Buleleng dan juga masyarakat pada saaat itu," ujarnya.
Namun Sukardan membantah jika dia dianggap menghindar dari tanggung jawab. "Situasinya waktu itu memang tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran," katanya.
Terkait dengan batalnya pengukuran sebelumnya, Sukardan mengaku sudah meminta izin dari Kapolres Buleleng. Ia pun sudah megirimkan surat dan rekaman video situasi pada saat itu ke BPN Pusat terkait gagalnya pengukuran tersebut. Alhasil, BPN Pusat pun mengeluarkan surat itu.
"Demi Tuhan saya tidak memihak siapa-siapa dalam kasus ini. Terkait gagalnya pengukuran itu, saya juga siap dicopot dari jabatan," tegas Sukardan.
Karena tidak dicapai kesepakatan, maka pihak perwakilan warga meninggalkan ruangan Kepala BPN Buleleng dan beberapa saat kemudian disusul oleh seluruh warga.(*)