Denpasar (Antara Bali) - Akademisi ilmu kelautan dan perikanan Universitas Warmadewa (Unwar) Denpasar, Ir I Gede Sudiarta MSi, mengungkapkan pemanfaatan alat tangkap `slerek` perlu menjamin keseimbangan ekosistem kelautan.
"Penggunaan slerek memang membantu produktivitas nelayan hingga puluhan ton bila dioperasikan di lepas pantai sejauh lebih dari empat mil, jika kurang dari empat mil berakibat merusak ekosistem kelautan," ujar Gede Sudiarta di Denpasar, Minggu.
Ia menjelaskan di beberapa tempat seperti Desa Amed, Sraya, dan Kubu, Kabupaten Karangasem kebanyakan nelayan setempat diperbolehkan menggunakan slerek karena memang sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitasnya, padahal dilihat dari wilayah perairannya tidak memungkinkan.
"Penggunaan slerek tersebut memang menghasilkan tangkapan ikan cukup banyak. Namun, perlu memperhatikan dampak yang ditimbulkan agar ekosistem biota laut tetap seimbang, artinya pemanfaatan slerek perlu dipilah pilah," ujar I Gede Sudiarta yang juga sebagai dosen manajemen sumber daya perairan pesisir di kampus tersebut.
"Apabila penggunaan alat tangkap tradisional slerek itu memberi dampak positif dan tidak merusak lingkungan dapat terus digunakan," ujarnya.
Ia mengatakan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten memamang memfasilitasi slerek kepada nelayan. Namun, harus perlu dikaji ulang dan tanpa sepenuhnya memenuhi keinginan nelayan tersebut. Untuk itu, tugas pemerintah untuk mengatur penggunaan alat tangkap slerek itu perlu disosialisasikan kembali kepada nelayan terkait dampak dan keuntungan yang ditimbulkan dengan menggunakan alat itu. (WDY)