Hamparan lahan sawah yang menghijau dengan lokasi yang berundag-undag (terasering) di Jatiluwih, Kecamatan Penebel, daerah "gudang beras" di Kabupaten Tabanan Bali itu memiliki pemandangan dan keindahan panorama alam menarik.
Perpaduan lembah dan perbukitan di bagian hulu Gunung Batukaru itu dikitari lingkungan dan kawasan hutan yang lestari, menjadi satu kesatuan hamparan lahan sawah cukup luas.
Sedikitnya sepuluh subak di kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan dan empat subak di daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar dengan total luas sekitar 1.000 hektare telah dikukuhkan menjadi WBD (warisan budaya dunia).
Demikian pula kawasan subak lainnya di Pulau Dewata menjadi andalan untuk memproduksi beras dan wilayah Nusantara yang memanjang dari Sabang sampai Merauke dikenal sebagai daerah yang subur.
Curah hujan yang tinggi, sehingga tanaman padi dan jenis tanaman pertanian lainnya yang dikembangkan akan tumbuh subur dan sanggup memberikan kehidupan layak bagi masyarakatnya.
Presiden RI Joko Widodo pada awal kepemimpinannya memprogramkan untuk meraih kembali swasembada pangan, yang dulu pernah dicapai pada masa kepemimpinan Presiden ke-2 RI Soeharto.
"Presiden Jokowi menargetkan akan mencapai swasembada pangan dalam waktu tiga tahun, diharapkan dapat dipercepat," tutur Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, ketika melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Badung dan Tabanan, Bali, Jumat (6/2).
Pihaknya telah melakukan berbagai upaya dan terobosan, termasuk melibatkan Babinsa dalam gerakanpenanaman padi di seluruh daerah di Tanah Air untuk menuju swasembada pangan.
"Kami optimistis swasembada pangan bisa tercapai tiga tahun kedepan, bahkan bisa lebih cepat dari target tersebut. Untuk itu, kami telah mengupayakan berbagai hal, mulai dari perbaikan irigasi, menggelontorkan benih, traktor dan pupuk dan penyuluh sudah dikuatkan dan melibatkan Babinsa," ujarnya, saat meninjau ketersediaan dan penyaluran pupuk.
Menteri Amran Sulaiman yang didampingi Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengungkapkan, terkait perbaikan irigasi mempunyai sasaran menangani satu juta hektare per tahun.
Kementerian Pertanian dalam tahun 2015 ini diharapkan mampu menyelesaikan irigasi permanen untuk mengairi lahan seluas 1,5 juta hektare. Selain itu, untuk memperkuat petugas penyuluh lapangan pertanian melibatkan sekitar 70.000 orang, atau minimal seorang PPL setiap desa.
Keberadaan PPL pertanian itu diperkuat oleh Babinsa untuk memberikan pembinaan dan penyuluh lapangan kepada petani, sehingga keberadaan mereka menjadi ujung tombak dalam menerapkan teknologi pertanian.
Kementerian Pertanian akan memberdayakan penyuluh lapangan yang ada, karena kini juga sudah berkembang PPL Swadaya dan jumlahnya itu kini mencapai 13.000 orang.
Keberadaan PPL Swadaya berkembang di masyarakat, karena muncul dari kesadaran masyarakat sendiri untuk menjadi PPL dan hal itu cukup bagus untuk mendukung tercapainya swasembada pangan.
Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia menilai, tekad Presiden Joko widodo untuk menjadikan Indonesia memiliki ketahanan pangan, kemandirian dan kedaulatan pangan menunjukkan sebuah keseriusan.
Untuk itu Kementerian Pertanian mempunyai tugas dan tanggung jawab yang cukup berat dalam menterjemahkan gagasan dan keinginan kepala negara untuk mengkomunikasikannya antarkementerian, terutama menyangkut masalah anggaran.
Mengkomunikasikan hal itu dengan sesama menteri dalam sidang kabinet sangat penting dalam memperjuangkan anggaran, karena dalam mewujudkan ketahanan pangan, kemandirian dan kedaulatan pangan membutuhkan dukungan dana yang sangat besar.
Hal itu sangat memungkinkan karena telah didukung dengan adanya UU Pangan. Organisasi dunia yang membidangi pangan dan pertanian (FAO) menetapkan standar untuk memajukan sektor pertanian di suatu daerah atau negara minimal harus mengalokasikan dana 20 persen untuk investasi di bidang pertanian.
Masalahnya, Indonesia selama ini baru mengalokasikan tujuh persen dana APBN untuk pembangunan sektor pertanian, bahkan Bali persentasenya baru 0,5 persen.
Jika Indonesia mengucurkan dana untuk sektor pertanian sesuai standar FAO yang disertai dengan keseriusan serta pengawasan untuk menghindari adanya penyalahgunaan anggaran, maka Indonesia lima tahun mendatang bisa menjadi negara raksasa bidang pertanian di kawasan Asia Pasifik.
Hal itu tentu akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, nelayan dan peternak yang selama ini hidup dibawah garis kemiskinan.
Windia yang juga guru besar bidang pertanian itu mencontohkan, Jepang sebuah negara maju dalam bidang industri diperkirakan tahun 2050 sawah-sawahnya akan habis karena telah beralih fungsi.
Untuk itu jika Indonesia mampu sebagai negara raksasa dalam bidang pertanian, selain untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri juga akan dapat mengekspor hasil-hasil pertanian ke mancanegara.
Swasembada daging
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga mengungkapkan Indonesia mempunyai sasaran untuk mampu swasembada daging sapi dengan menggenjot sentra pengembangan sapi di tiga provinsi di kawasan timur.
Pengembangan ternak sapi untuk memasok kebutuhan bibit selain Bali juga Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), sekaligus mampu menjadi pemasok daging sapi di Asia.
Untuk mencapai sasaran itu telah memberikan bantuan sebanyak 2 juta dosis semen beku (sperma) sapi jenis Limousin, dan mengembangkan Sapi Limousin itu seperti yang dilakukan di NTT dalam waktu dua tahun sudah siap potong dengan berat 600 kg.
Khusus Bali yang menjadi proyek percontohan pemurnian Sapi Bali yang didukung Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian, agar Pemerintah Provinsi Bali tidak mengizinkan pengembangan Sapi Limousin di Pulau Dewata.
Bupati Badung Anak Agung Gde Agung melaporkan bahwa pihaknya telah mengembangkan sentra pengembangan ternak Sapi Bali di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi di atas lahan seluas sembilan hektare dengan memelihara 288 ekor induk dan seekor pejantan.
Pusat pembibitan tersebut kini telah menghasilkan 161 ekor anak sapi dan terus berkembang di masa mendatang. Dari bibit sapi yang dihasilkan itu 105 ekor di antaranya sudah didistribusikan ke kelompok ternak yang ada di sekitarnya.
Menurut Prof Windia upaya dan terobosan yang dilakukan Indonesia dalam mewujudkan swasembada daging harus disertai dengan pembangunan insprastruktur dan penataan sistem angkutan laut yang mapan.
Hal itu sangat penting untuk memudahkan pemasaran ternak, khususnya sapi potong yang dihasilkan di daerah kepulauan ke kota-kota, khususnya Jakarta.
NTT dan NTB yang selama ini merupakan gudang ternak sapi mengalami kesulitan memasarkan ternak sapi ke Jakarta akibat kesulitan angkutan lewat laut.
Selain kesulitan angkutan, biaya transportasi laut itu juga terlalu mahal sehingga ketika sampai di Jakarta atau kota besar lainnya harganya akan menjadi mahal, jauh lebih malah dibanding daging impor.
Itulah salah satu kendala kenapa Indonesia hingga sekarang masih mengimpor daging dari luar negeri, padahal Indonesia memiliki potensi dan kemampuan untuk berswasembada daging.
Oleh sebab itu transportasi laut dan sarana pendukungnya, serta transportasi darat harus mendapat perhatian yang serius untuk mendukung aspek lainnya, khususnya dalam mewujudkan swasembada daging, tutur Windia. (WDY)