Semarapura (Antara Bali) - Lantaran dirusak ratusan kera liar, sejumlah petani palawija di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali mengalami gagal panen.
"Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Hasil panen kami gagal karena jagung yang kami tanam dirusak ratusan kera," kata Mangku Sulatri, didampingi rekanya Sukerta, petani asal Desa Punduk Ehe, Kecamatan Nusa Penida, Selasa.
Ia mengatakan, keberadaan kera sebenarnya sudah ada sejak lama, namun belakangan tampak makin mengganas. "Apapun tanaman yang ada di tegalan, selalu dirusak," ucapnya.
Ia menjelaskan, tanaman palawija yang belakangan ini dirusak kera terhitung di beberapa wilayah di Kecamatan Nusa Penida, di antaranya di Desa Penangkidan, Desa Punduk Ehe, Desa Sompang, Desa Penida, Desa Sakti dan Bunga Mekar.
"Akibat ulah kera-kera itu, warga paling banyak hanya bisa menikmati 40 persen dari hasil panennya," ujarnya, lirih.
Terkait masalah itu, kata Mangku Sulatri, warga pun harus putar otak untuk mendapatkan penghasilan tambahan. "Salah satunya beralih ke kerajinan tangan," ujarnya.
Adapun kerajinan tangan yang dikerjakan, ucap Mangku Sulatri, yakni menganyam bambu untuk kurungan ayam, tempat nasi dan lainnya.
"Ada juga yang mengukir panel. Pendeknya untuk bisa menyambung hidup," katanya.
Ia menyebutkan, tidak ada tindakan yang bisa diambil untuk mengurangi keberadaan kera-kera liar tersebut. "Sempat ada yang melakukan penembakan, namun tidak ada efeknya. Seekor kera mati, justru jumlah yang muncul akan jauh lebih banyak," jelasnya.
Ia mengatakan tanaman yang paling sering dirusak antara lain jagung dan kacang-kacangan. "Kegagalan panen yang kami alami mencapai 60 persen," ujarnya.
Selain merusak tanaman, jelas Mangku Sulatri, kera juga mengganggu warga yang melintas di dekatnya, terutama para perempuan yang sedang membawa makanan ke ladang.
Ia menjelaskan, biasanya kera melompat dan bergelantungan di kepala warga sambil merogoh makanan yang dibawa. `"Karenanya, ibu-ibu yang membawa makanan ke ladang, tidak berani jalan sendiri, harus bersamaan dengan ibu-ibu yang lain," katanya.
Saat ini, ujar Mangku Sulatri, karena tidak ada yang mampu mengusir kera, warga pun akhirnya pasrah. "Kami hanya menunggu keajaiban saja saat ini," ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.(*)