Jakarta (Antara Bali) - Koalisi Anti Utang menyarankan pemerintah untuk melakukan transparansi dalam NK RAPBN Perubahan 2015 dengan cara membuka status obligasi rekap.
"Termasuk serangkaian rekayasa surat utang seperti reprofiling (diperpanjang) hingga 2043 yang membuat obligasi rekap terlihat seolah sebagai surat utang negara (SUN) reguler," kata Ketua Koalisi Anti Utang Dani Setiawan dalam siaran persnya, Kamis.
Ia mengatakan dengan transparansi itu pula maka yang terlihat dalam NK RAPBN Perubahan 2015 tidak hanya beban bunga SUN. Tapi juga memerinci bagian yang berasal dari obligasi rekap, yang merupakan beban akibat kejahatan ekonomi dalam mega skandal BLBI.
Menurutnya pemerintah harus menghapuskan pembayaran bunga obligasi rekap dalam NK RAPBN Perubahan 2015 dan mengalihkan dana itu untuk melaksanakan kewajiban konstitusional negara. Misalnya, untuk membangun sistem transportasi umum massal.
Hasilnya tentu saja bisa meningkatkan kinerja pemerintah dalam menyediakan pelayanan umum.
"Transportasi umum massal yang nyaman dengan biaya murah dapat menurunkan tingkat penggunaan kendaraan pribadi, praktis bisa berkontribusi pada berkurangnya tingkat kemacetan. Dampak ikutan lainnya adalah bisa menurunkan konsumsi pemakaian BBM," kata dia.
Selanjutnya ia menyarankan pemerintah harus melakukan langkah-langkah penegakan hukum terhadap ulah para obligor yang jelas-jelas merugikan keuangan negara,termasuk kepada oknum pejabat negara yang memberi peluang dan melakukan pembiaran atas terjadinya kerugian negara sebagai akibat dari ulah kejahatan ekonomi yang dilakukan para obligor.
"Pemerintah, dalam hal ini Dirjen Kekayaan Negara/Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, harus segera mengumumkan secara terbuka status semua obligor. Pengumuman itu memuat nama obligor, data jumlah utang, jumlah pembayaran, dan keberadaan mereka," kata dia.
Ia mengatakan pemerintah harus melakukan pemantauan dengan cermat terhadap sepak terjang para obligor yang sudah melakukan kejahatan ekonomi mega skandal BLBI.
Terutama dalam upaya mereka untuk mencoba mengambil alih dan menguasai kembali aset mereka yang sudah didivestasi oleh BPPN/PPA. Termasuk tindakan para obligor yang menimbulkan gangguan terhadap operasi perusahaan mereka yang sudah didivestasi oleh BPPN/PPA.
Menurutnya pemerintah tidak boleh membiarkan para obligor yang sudah melakukan kejahatan ekonomi mega skandal BLBI kembali mengangkangi aset-aset mereka yang sudah didivestasi oleh BPPN/PPA.
Untuk mencegah terulangnya praktik kejahatan ekonomi dalam kegiatan korporasi dan memaksa negara untuk melakukan talangan atas kerugian yang timbul akibat dari kejahatan ekonomi yang dilakukan oleh para obligor BLBI.
Pemerintah harus memastikan bahwa perusahaan yang sudah didivestasi oleh BPPN/PPA terbebas dari gangguan pemilik lamanya, yaitu para obligor yang sudah melakukan kejahatan ekonomi mega skandal BLBI.
"Bagaimanapun juga gangguan itu bisa berdampak negatif terhadap perekonomian, khususnya bisa berdampak tidak optimalnya penerimaan pajak oleh negara," kata dia.
Gangguan yang dilakukan oleh pemilik lama tentunya akan berpengaruh pada kinerja perusahaan. Padahal perusahaan itu harus didorong dan dipastikan oleh pemerintah untuk bisa menciptakan lapangan kerja dan memberikan penerimaan pada negara dalam bentuk pajak.
Kemudian lanjut dia pemerintah harus bertindak tegas terhadap para obligor yang sudah melakukan kejahatan ekonomi mega skandal BLBI dengan cara memasukkan mereka kedalam daftar hitam. (WDY)
KAU: Pemerintah Harus Buka Status Obligasi Rekap
Kamis, 29 Januari 2015 13:55 WIB