Singaraja (Antara Bali) - Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengkhawatirkan penyebaran penyakit HIV/Aids sudah sampai ke pelosok desa di daerah tersebut karena penyimpangan perilaku masyarakat.
"Penyebaran penyakit Aids di Buleleng memang sudah menyulitkan sekali karena kebiasaan masyarakat yang suka `jajan` di luar, seiring maraknya perkembangan cafe liar di berbagai desa," ujar Bupati Agus Suradnyana dihadapan rombongan humas dan pimpinan media massa se Bali di Singaraja, Rabu.
Pimpinan media yang hadir antara lain Kepala Biro Perum LKBN Antara Bali I Made Tinggal Karyawan, Pimpinan Redaksi (Pimred) SKH Fajar Bali, Emanuel Dewata Oja (Edo), Pimred Koran Metro, Suta Sastradinata, Pimred Warta Bali Dwikora Putra, Pimred Bali Tribun, Pujastana, Pimred Pos Bali Suyadnya dan lainnya.
Ia menjelaskan, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan pihak terkait lainnya seperti sosialisasi bahaya penyakit HIV/Aids di tingkat perguruan tinggi (PT) dan sekolah menengah dianggap tabu, sehingga tetap tidak akan membuahkan hasil sepanjang masyarakat tetap berperilaku menyimpang.
"Maraknya kos-kosan juga sebagai penyebab penyebaran penyakit mematikan yang menyerang anak sekolah," ujar Suradnyana tanpa merinci jumlah pengidap penyakit yang menyerang kekebalan tubuh di daerah kabupaten terluas di Pulau Bali itu.
Menurut dia, saat dilakukan penertiban di beberapa sarang kafe liar di Buleleng dari dua cafe yang disidak ada tiga karyawannya terkena HIV/Aids, sementara anak anak sekolah juga terkena karena kos kosan tersebut.
Namun yang terjadi, katanya, saat dilakukan sidak justru ada desa adat melindungi praktek tidak terpuji tersebut, padahal seharusnya desa adat sebagai ujung tombak pemberantasan Aids di lapangan.
"Oknum desa adat melaksanakan itu hanya dengan alasan mendapat pemasukan uang, tetapi secara tidak disadarinya dapat menghancurkan masa depan generasi muda masa depan," ujarnya.
Bupati Agus Suradnyana tidak menjelaskan apa langkah lain yang bisa dilakukan dalam memerangi penyebaran penyakit HIV/Aids di daerahnya, namun tetap meminta masyarakat agar sangat berhati hati agar tidak dijangkiti penyakit tersebut.
"Penyebaran penyakit HIV/Aids sangat cepat dan kasusnya seperti fenomena gunung es yang namapak sedikit di permukaan, namun jumlah yang sebenarnya cukup besar karena lemahnya kesadaran masyarakat memeriksakan kesehatannya," ujarnya.
Menurut dia, masalah penanganan penyakit HIV/Aids yang bertentangan dengan nilai nilai budaya dan agama ini sangat menyulitkan, karena itu kembali kepada diri sendiri agar bersikap hati hati jika tidak ingin terkena penyakit tersebut dikemudian hari.
Data yang dihimpun Antara di beberapa desa yang masyarakatnya banyak mengidap penyakit HIV/Aids, masyarakat yang diduga dan dicurigai mengidap penyakit ini baik laki maupun perempuan masih menjalani hidup seperti biasa dengan pola perilaku yang menyimpang.
"Mereka bebas berkeliaran kemanapun maunya pergi, bahkan sepertinya sengaja ingin menularkan penyakit tersebut kepada yang lain melalui hubungan seksual," ujar salah seorang narasumber yang tidak bersedia disebut namanya.
Ia menjelaskan, kalangan perempuan yang terkena penyakit Aids ada yang karena perbuatannya sendiri tetapi juga ada yang ditularkan suaminya, karena suaminya suka `jajan` di luar dan akhirnya menularkan kepada istri dan anaknya yang masih kecil kecil.
"Sudah ada beberapa orang yang meninggal, tetapi tidak ada data rinci mengenai kepastian jumlah penderita, kecuali mendengar kabar bahwa orang yang dicurigai mengidap penyakit tersebut ada di kantor desa dengan jumlah sekitar 40 orang," ujarnya. (WDY)