Negara (Antara Bali) - Tim monitoring Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jembrana, yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha dan SPSI menemukan pelanggaran saat mendatangi lima perusahaan, Selasa.
Dari lima perusahaan, yang terdiri dari tiga toko dengan jumlah karyawan banyak, satu hotel dan satu pabrik tersebut, seluruhnya tidak menerapkan UMK sesuai aturan.
Pantauan dalam monitoring ini, pemilik usaha, nilai upah antara karyawan senior dan yang baru mulai bekerja berselisih jauh.
Jika gaji karyawan senior melebihi UMK 2014 senilai Rp1.542.600, maka karyawan lainnya jauh di bawah angka tersebut.
"Seharusnya gaji karyawan termasuk yang baru minimal harus sesuai UMK. Tapi yang kami temukan, gaji karyawan senior jauh di atas UMK, sementara yang junior jauh dibawahnya," kata Ketua DPC SPSI Jembrana, Sukirman.
Masalah lainnya yang ditemukan tim, menurutnya, banyak perusahaan tidak memberikan perjanjian kerja dengan karyawannya, termasuk tidak memasukkannya dalam Jamsostek yang menjadi hak mereka.
"Untuk mengakali agar tidak dibebani asuransi Jamsostek, perusahaan mengambangkan status karyawannya dengan istilah magang. Kami juga temukan, perusahaan yang menahan ijazah asli karyawannya," ujarnya.
Kepala Bidang Hubungan Industrial, Dinas Kependudukan, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Jembrana, I Ketut Doster mengatakan, pengecekan di lapangan ini selain untuk mengetahui penerapan UMK, juga untuk mensosialisasikan UMK tahun 2015 sebesar Rp1.622.500.
Ia mengakui, banyak perusahaan yang belum mematuhi undang-undang yang mengatur tentang tenaga kerja, seperti kontrak kerja tertulis, Jamsostek, sistem kerja, termasuk upah sesuai UMK.
"Tanpa adanya perjanjian kerja yang jelas, karyawan rawan diperlakukan semena-mena, termasuk pemecatan sepihak. Padahal kalau ada perjanjian kerja tertulis, kedua belah pihak sama-sama diuntungkan, karena jelas hak dan kewajiban masing-masing," ujarnya.
Untuk berbagai pelanggaran yang ditemukan ini, Sukirman berharap, pemerintah bisa memberikan sanksi yang tegas sesuai aturan, sementara pihaknya akan menjadikan monitoring ini sebagai dasar untuk laporan pidana, jika tidak ada perbaikan dari pengusaha.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jembrana, Nengah Nurlaba mengakui, masih banyak pelanggaran tenaga kerja yang dilakukan pengusaha, khususnya menyangkut UMK.
Menurutnya, Apindo bersama pemerintah sudah sering mengundang pengusaha untuk menghadiri sosialisasi peraturan tenaga kerja, tapi hanya sedikit yang datang.
"Misalnya kami mengundang 100 pengusaha, paling yang hadir hanya 25 orang. Padahal mengetahui aturan tenaga kerja itu penting," katanya.(GBI)
Tim Monitoring UMK Temukan Pelanggaran
Selasa, 11 November 2014 16:56 WIB