Denpasar (Antara Bali) - Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali, I Nengah Muliarta mengusulkan kepada Badan Pembinaan Perfilman Daerah (BPD) setempat untuk menolak permohonan izin syuting sinetron "Ganteng-Ganteng Srigala (GGS)" di Pulau Dewata jika produser tidak memperbaiki alur cerita.
"Apalagi sebelumnya KPI Pusat melalui surat Nomor 2286a/K/KPI/10/14 telah memberikan sanksi penghentian sementara terhadap program sinetron "Ganteng-Ganteng Srigala (GGS)" yang tayang di stasiun SCTV," kata Muliarta melalui surat elektronik di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan sanksi diberikan karena program tersebut menayangkan adegan seorang remaja perempuan melompat ke dalam api serta adegan remaja laki-laki dan perempuan berpelukan di lingkungan sekolah dengan menggunakan seragam sekolah.
KPI Pusat menilai bahwa inti cerita program sinetron tersebut tidak mengandung nilai-nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, budi pekerti dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja.
"Seharusnya lembaga penyiaran berpedoman pada pedoman prilaku penyiaran dan standar program siaran (P3 dan SPS) dalam membuat program siaran, termasuk sinetron," kata Nengah Muliarta dalam keteranganya pada pembahasan skenario film "Ganteng-Ganteng Srigala" di Dinas kebudayaan Bali.
Muliarta menjelaskan dalam naskah skenario dialog yang disampaikan juga masih banyak terdapat kata-kata pelecehan dan penghinaan. Sebagai salah satu contoh "ibarat pengamen" dan "anak kecil seperti gantungan kunci".
Kata-kata tersebut merupakan pelecehan secara simbolik. Padahal berdasarkan pasal 36 ayat (6) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disebutkan bahwa "isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan atau mengabaikan nilai agama, martabat manusia Indonesia atau merusak hubungan internasional".
"Kita sangat berharap alur ceritanya diperbaiki, harus memperhatikan perlindungan dan pemberdayaan anak dan remaja, begitu juga kata-kata dalam dialognya harus disesuaikan," ucap mantan jurnalis itu.
Sebelumnya, terkait program sinetron dan FTV pada dasarnya KPI telah mengeluarkan surat edaran nomor 2210/K/KPI/09/2014.
Dalam surat edaran tertanggal 22 September 2014, KPI menegaskan dan mengingatkan seluruh lembaga penyiaran untuk tidak menayangkan Program Sinetron dan FTV yang memuat adegan kekerasan fisik seperti perkelahian di lingkungan sekolah ataupun di luar sekolah, dan intimidasi (bullying) teman di sekolah.
Lembaga penyiaran juga dilarang memuat ungkapan kasar dan makian yang memiliki makna jorok atau vulgar dan menghina (melecehkan) orang lain. Termasuk larangan menampilkan adegan percintaan, bermesraan, berpelukan dan berciuman di dalam dan sekitar lingkungan sekolah termasuk menggunakan atribut sekolah (seragam sekolah) yang tidak sesuai dengan etika pendidikan.
Larangan lainnya yang juga harus diperhatikan yaitu larangan menampilkan adegan bunuh diri, percobaan pembunuhan, praktek aborsi/pengguguran kandungan akibat hubungan seks di luar nikah serta adegan pemerkosaan. Selain itu larangan menampilkan adegan mengkonsumsi rokok, NAPZA, minuman beralkohol dan praktek perjudian.
Sedangkan kepada pihak produser, Muliarta meminta untuk memberikan jaminan dalam bentuk surat pernyataan sebelum melakukan proses syuting di Bali. Surat pernyataan tersebut berisikan kesiapan pihak produser untuk mematuhi P3 dan SPS. Selain itu mematuhi surat edaran KPI nomor 2210/K/KPI/09/2014 dan mematuhi aturan daerah yang ada di Bali.
Surat tersebut diharapkan disampaikan ke KPI Pusat, KPID Bali dan Badan Pembinaan Perfilman Daerah Bali. Sebelum menyampaikan surat penyataan tersebut, pihak produser diharapkan tidak melakukan syuting atau pengambilan gambar.
"Kami harapkan komitmen itu dulu, jika itu tidak dilakukan pihak berwenang kami minta jangan memberikan izin syuting," kata Muliarta menegaskan. (WDY)