Denpasar (Antara Bali) - Pakar pariwisata Universitas Udayana, I Nyoman Darma Putra menyatakan pengelolaan objek wisata berupa bentangan sawah indah Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, Bali, mulai memberikan manfaat kepada masyarakat setempat.
"Penghasilan dari tiket masuk dan lain-lain bisa dibagi untuk desa adat dan lembaga Subak, guna membiayai pembangunan dan biaya upacara adat," kata Ketua Program Studi Kajian Pariwisata Universitas Udayana itu di Denpasar, Senin.
Objek wisata berupa bentangan sawah indah Jatiluwih di Kabupaten Tabanan telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia (WBD).
Nyoman Darma Putra mengajak mahasiswa baru S-2 Pariwisata berkunjung ke Jatiluwih akhir pekan lalu (30/8). Sebanyak 45 mahasiswa dan dosen melakukan pengamatan dan berdiskusi dengan pekaseh, bendesa adat, kepala desa dan badan pengelola daya tarik wisata Jatiluwih.
"Kunjungan ke objek wisata Jatiluwih yang telah masuk dalam daftar warisan budaya dunia UNESCO bagi mahasiswa Kajian Pariwisata sangat penting. Mahasiswa bisa mempelajari perkembangan objek wisata, dan juga menyumbangkan gagasan untuk pengembangan," ujar Darma Putra.
Dalam diskusi tersebut terungkap berbagai perkembangan positif dan kendala dalam pengelolaan Jatiluwih ke depan. Mahasiswa juga memberikan saran untuk pengelolaan Jatiluwih agar lebih menarik.
Menjawab pertanyaan mahasiswa, pengelola Jatiluwih, Driana Rika mengatakan jumlah kunjungan wisatawan ke destinasi ini meningkat tajam dibandingkan sebelum Jatiluwih menjadi WBD UNESCO.
Selama tujuh bulan hingga Juli 2014, jumlah kunjungan mencapai 78.839 orang, kebanyakan wisatawan Jepang dan Eropa.
Meningkatnya angka kunjungan mendongkrak pendapatan pengelola dimana sampai Juli 2014, pengelola mengantongi Rp1,4 miliar. Pendapatan itu diperoleh dari tiket masuk, parkir dan
pendaptan lain seperti "shooting pre-wedding".
Tiket masuk untuk turis asing Rp20.000, untuk domestik Rp15.000, parkir kendaraan roda empat Rp5.000.
Dirasakan Warga
Pendapatan dari objek wisata Jatiluwih dibagi berdasarkan persentase antara pemerintah dan masyarakat petani dan warga desa adat. "Sejauh ini bantuan untuk petani dialokasikan untuk dana kesehatan atau pengobatan. Untuk warga desa, mereka merasakan hasil objek wisata karena tidak perlu lagi membayar urunan untuk upacara adat di desa," ujar Rika.
Pekaseh Subak Jatiluwih, Nyoman Sutama menyampaikan popularitas Jatiluwih terjadi selain karena objek sawah yang menarik juga karena status WBD yang diberikan UNESCO.
"Sejumlah wartawan televisi dari Jepang seperti Kyodo News dan NHK datang kemari dan menyiarkan subak kami di negerinya, sejak itu kunjungan meningkat," ujar Sutama.
Popularitas Jatiluwih menimbulkan masalah mendesak yakni kesulitan menyediakan lahan parkir.
Berdasarkan pengamatan, kendaraan wisatawan terpaksa parkir di tepi jalan yang sempit. Fasilitas parkir restoran hanya menampung satu-dua kendaraan.
"Lahan yang berupa sawah tidak boleh diotak-atik menjadi apa pun termasuk tempat parkir," tambah Sutama.
Wisatawan yang berkunjung ke Jatiluwih bisa menikmati keindahan bentangan alam persawahan dari duduk di restoran, atau melakukan "tracking" melintasi pematang sawah. (WDY)
Pakar: Masyarakat Peroleh Manfaat Pengelolaan WBD Jatiluwih
Senin, 1 September 2014 12:24 WIB