"Sosialisasi harus lebih meluas lagi agar publik tidak bingung," kata Komaidi Notonegoro, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, masyarakat mesti terinformasikan pembatasan BBM subsidi secara jelas dan tepat. Melalui sosialisasi, maka diharapkan masyarakat bisa mengatur waktu pembelian BBM-nya. Jangan sampai konsumen ternyata kehabisan BBM saat jadwal boleh mengisinya.
"Bisa terjadi kesalahpahaman dengan petugas SPBU jika informasi ini tidak segera sampai ke publik," ujarnya.
Komaidi menambahkan, kebijakan pembatasan pemakaian BBM subsidi yang ditetapkan pemerintah melalui BPH Migas tersebut sudah cukup logis. "Hanya saja yang menjadi masalah adalah implementasinya," katanya.
Oleh karenanya, Komaidi memperkirakan, meski konsumsi bisa ditekan, namun tetap bakal melebihi kuota BBM sebesar 46 juta kiloliter.
Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengeluarkan kebijakan pembatasan penjualan solar dan premium bersubsidi melalui Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tertanggal 24 Juli 2014.
Wilayah tertentu tersebut difokuskan kawasan industri, pertambangan, perkebunan, dan sekitar pelabuhan yang rawan penyalahgunaan solar bersubsidi.
Sementara, SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistik, tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan solar.
Untuk wilayah yang sudah menerapkan pembatasan ataupun pengaturan waktu penjualan solar seperti Batam, Bangka Belitung, dan sebagian besar Kalimantan tetap dilanjutkan sesuai aturan daerah setempat.
Kemudian, mulai 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk lembaga penyalur nelayan juga akan dipotong 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 ton.
Sedang, mulai 6 Agustus 2014, seluruh SPBU di jalan tol tidak menjual premium bersubsidi dan hanya menyediakan pertamax. Total SPBU di jalan tol mencapai 29 unit yang 27 di antaranya berada di Jakarta, Banten, dan Jabar, serta dua unit di Jatim.
Kebijakan pembatasan tersebut dikeluarkan agar kuota BBM subsidi sebesar 46 juta kiloliter bisa cukup sampai dengan akhir 2014. Kementerian Keuangan sudah mengeluarkan surat yang berisi tidak akan membayarkan klaim subsidi atas kelebihan kuota BBM.
Catatan PT Pertamina (Persero), konsumsi solar bersubsidi pada periode Januari--Juli 2014 mencapai 9,12 juta kiloliter atau 60 persen dari kuota BUMN tersebut sebesar 15,16 juta kiloliter. Untuk premium subsidi, realisasi konsumsi sampai 31 Juli 2014 sebesar 17,08 juta kiloliter atau 58 persen dari kuota 29,29 juta kiloliter.
Jika tidak dilakukan pengendalian, Pertamina memperkirakan konsumsi solar subsidi akan habis pada 30 November dan premium pada 19 Desember 2014. (WDY)