Denpasar (Antara Bali) - Ketua Bali Tobacco Control Initiative (BTCI) Made Kerta Duana mendesak pemerintah kabupaten dan kota membatasi izin pemasangan papan reklame rokok.
"Kami minta pemerintah kabupaten dan kota di Bali membatasi izin pemasang reklame rokok sebab dimasing-masing kabupaten dan kota telah memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok," katanya di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan dengan perda tersebut diharapkan kepada pemerintah menegakan aturan itu, di antaranya pembatasan izin kepada perusahaan rokok untuk pemasangan reklame atau spanduk di tempat yang telah ditentukan dalam perda itu.
"Pemerintah daerah harus tegas menengakan aturan KTR itu, karena dengan reklame itu akan kecendrungan tertarik mencoba dari pesan yang disampaikan dalam reklame tersebut," ucapnya.
Ia menjelaskan berdasarkan dari penelitan yang telah dilakukan mengenai pendapatan pajak retribusi daerah bersumber dari iklan rokok di Kota Denpasar, penundaan pemberian izin pemasangan iklan menyebabkan pemasukan dari pajak iklan rokok menurun.
Akan tetapi penurunan tersebut, kata dia, pemerintah daerah mengalami permasalahan, karena penurunan itu ditanggulangi oleh pendapatan pajak iklan yang lain.
"Jika iklan rokok terus ditayangkan melalui media televisi atau papan reklame, berdasarkan penelitian merasang anak atau remaja untuk memulai merokok. Agresifnya iklan dan promosi rokok menyebabkan sejumlah perokok anak semakin meningkat tahunnya," katanya.
Ironisnya, lanjut Kerta Duana, peraturan yang saat ini ada di Indonesia tidak dapat melindungi anak-anak dari agresifnya iklan, promosi dan sponsor rokok.
Oleh karena itu, kata dia, adanya moratorium iklan sangat diharapkan dapat mengatur iklan dan promosi dari produk rokok. Pelarangan iklan dan promosi rokok ini merupakan cerminan ketegasan Pemkot Denpasar dalam pengendalian dampak rokok serta pencegahan merokok dini.
"Thailand melarang secara menyeluruh iklan , promosi dan rokok sejak tahun 1992, begitu juga Malaysia melarang iklan rokok di TV sejak tahun 1982, diikuti dengan larangan promosi dan sponsor rokok pada tahun 2004," katanya.
Begitu juga negara Asian lainnya, seperti Singapura melarang iklan rokok di TV dan radio sejak tahun 1971, diikuti dengan larangan promosi dan sponsor rokok tahun 1993.
"Disusul juga negara Brunei Darussalam melarang iklan rokok di TV dan radio sejak tahun 1976 dan larangan promosi maupun sponsor rokok tahun 2005. Karena itu Pemerintah Indonesia harus juga berani seperti negara lainnya di Asia Tenggara tersebut," katanya. (WDY)