Sidoarjo (Antara Bali) - Peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya, Jawa Timur, Djaja Laksana optimistis bahwa teori bendungan
Bernoulli bisa digunakan untuk menghentikan semburan lumpur panas dari
proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo yang berlangsung selama
delapan tahun ini.
"Saat ini masih belum telat mengaplikasikan teori Bernoulli untuk
menghentikan semburan lumpur Lapindo ini," katanya di areal semburan
lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis.
Ilmuwan fisika dan
matematika berkewarganegaraan Belanda dan Swiss Daniel Bernoulli pada
1738 mengungkapkan teori bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam
suatu
aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada
jalur aliran yang sama.
Djaja Laksana dalam kaitan semburan
lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. mengemukakan, saat ini secara
prinsip semburan tersebut sudah ditangani dengan menggunakan prinsip
bendungan Bernoulli.
"Pembangunan tanggul yang diterapkan oleh Badan Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo (BPLS) ini sebenarnya sudah mengakomodir prinsip teori
bendungan Bernoulli," katanya.
Namun demikian, ia menyatakan, bendungan tersebut masih belum bisa
menghentikan semburan lumpur Lapindo dari dalam perut bumi mengingat
ketinggian tanggul masih berkisar belasan meter.
"Sesuai teori tersebut, lumpur baru bisa berhenti jika ketinggian
tanggul tersebut sekitar 30 meter. Tetapi, untuk mewujudkan pembangunan
tanggul setinggi itu tidak bisa dikerjakan dengan mudah," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, pembangunan bendungan tersebut bisa
dilakukan dengan cara memutar sehingga hasilnya bisa lebih maksimal
untuk menghentikan semburan lumpur ini.
"Selain dibuat dengan cara memutar, pemasangan tiang pancang di
dekat pusat semburan juga bisa dilakukan. Kemudian semburan lumpur yang
berasal dari dalam akan dikembalikan lagi sehingga semburan akan
berhenti dengan sendirinya," katanya.
Ia mengatakan, untuk mengaplikasikan teori Bernoulli tersebut
diperlukan waktu sekira enam bulan untuk menjamin semburan lumpur
benar-benar akan berhenti untuk selamanya.
"Namun, kalau kondisi seperti ini terus dibiarkan, maka ancaman
penurunan tanah secara drastis kemungkinan bisa terjadi. Seperti yang
terjadi di luar negeri, terjadi penurunan tanah secara ekstrem sedalam
130 meter," katanya menambahkan.
Semburan lumpur dari proyek PT
Lapindo Brantas Inc. tercatat pertama kali terjadi pada 29 Februari 2006
di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur.
Bencana ini meluas ke Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin dengan
total lebih dari 10.000 unit rumah warga dan lebih dari 70 rumah ibadah terendam lumpur yang mencakup lebih dari 600 hektare.(WDY)
Bendungan Bernoulli Bisa Hentikan Lumpur Lapindo?
Kamis, 29 Mei 2014 21:39 WIB