Bedugul (Antara Bali) - Kebun Raya Eka Karya di kawasan Candi Kuning, Baturiti, Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali, memiliki koleksi tumbuhan langka jenis Mawar Hijau (Rosa X odorata 'Viridiflora'), yang terus dikembangkan untuk memperbanyaknya.
"Sekurangnya ada 106 batang Mawar Hijau yang saat ini, dari sebanyak 15 jenis," kata Putu Suendra, SP, Koordinator Jasa dan Informasi Kebun Raya Eka Karya Bedugul Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Tabanan, Senin (19/7).
Putu Suendra yang didampingi pengawas anggrek dan kaktus, I Made Raharja Pendit, menjelaskan kepada wartawan yang mengikuti lokakarya media tentang keanekaragaman hayati di Kebun Raya Bedugul Mawar Hijau itu merupakan persilangan alami antara "Rosa chinensis" dan "Rosa gigantea".
Ia menjelaskan bahwa Mawar Hijau steril karena benang sari yang terbentuk, meski berbungan sepanjang tahun.
Menurut dia, berbeda dengan jenis Mawar Merah --yang lebih populer--untuk bunga Mawar Hijau diakui tidak terlalu menarik bagi serangga karena warnanya yang tidak mencolok.
"Hal tersebut menyebabkan perbanyakan hanya bisa dilakukan dengan cara vegetatif yaitu dengan sistem stek atau cangkok," katanya.
Menurut Putu Suendra, bunga Mawar Hijau dikatakan langka karena hingga saat ini hanya dikoleksi sekaligus dikembangkan di Kebun Raya Eka Karya di Bedugul dan Kebun Raya Cibodas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Dikemukakannya bahwa koleksi bunga Mawar Hijau itu pertama kali dikembangkan di Kebun Raya Eka Karya pada tahun 1976 melalui sumbangan seorang kepala Desa Candikuning, Bedugul.
Merujuk pada informasi kepala desa dimaksud, ia menjelaskan bahwabunga itu diperoleh di Malang, Jawa Timur, hingga kemudian dikembangkan hingga saat ini di Kebun Raya Eka Karya.
Berbeda dengab Mawar Merah, katanya, jenis Mawar Hijau saat bunga mekar sempurna warnanya hijau keputihan, dan tidak sebesar Mawar Merah. "Saat ini koleksi ini tetap dkembangkan," katanya.
Puluhan wartawan selama tiga hari (17-19/7) mengikuti lokakarya tersebut di Kebun Raya Eka Karya Bedugul. Kegiatan yang digagas Pusat Penelitian Kehutanan Antarbangsa (CIFOR) itu diadakan menjelang pertemuan rutin tahunan ATBC (Association for Tropical and Conservation) di Bali pada 19-23 Juli 2010.
ATBC merupakan organisasi profesi terbesar dan tertua di dunia dalam hal biologi dan pelestarian alam tropika.
Organisasi itu telah melakukan pertemuan tahunan rutin sejak tahun 1963, terutama di negara tropis, dan pada tahun 2010 Indonesia menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya dengan penanggung jawab kegiatan LIPI dan Universitas Indonesia.
ATBC yang dibentuk pada tahun 1963 mempunyai misi memberdayakan riset serta memfasilitasi pertukaran pemikiran di bidang biologi dan lingkungan tropika. Sebagai suatu perhimpunan, maka ATBC menerbitkan suatu publikasi ilmiah berskala internasional yang kini menjadi salah satu terbitan paling terkemuka di bidangnya, yaitu Biotropica.
Menurut keterangan yang disampaikan panitia, fokus ATBC digalang dengan komprehensif, mulai dari sistematika hingga ekologi, dari jasad renik hingga flora fauna berukuran-besar, dari perairan tawar hingga kehutanan dan lautan.
Dewasa ini ATBC bahkan mencakup dimensi manusia, dengan memperhatikan bahwa interaksi manusia seringkali berperan sangat menentukan terhadap disiplin biologi, dan interaksinya.
Pertemuan tahunan ATBC merupakan pertemuan yang penting, sehingga penyelenggaraannya pun dilaksanakan di berbagai penjuru dunia, sebagai contoh: tahun 2001 di Bangalore, India (symposia), 2002 di Panama City, Panama (symposia), 2003 di Aberdeen, Inggris (abstracts), 2004 di Miami, Amerika Serikat (abstracts), 2005 di Uberlbndia, Brasil (symposia), 2006 di Kunming, China (abstracts).
Kemudian, pada tahun 2007 di Morelia, Mexico (abstracts), 2008 di Paramaribo, Suriname (abstracts), tahun 2009 di Marburg, Germany, sedangkan tahun 2010 di Indonesia dengan tema "Keanekaragaman Tropika: Menghadapi Krisis Pangan, Energi dan Perubahan Iklim"'.
Dalam pertemuan ini akan dibahas berbagai hal Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Lautan, Perubahan Iklim dan Kehutanan berbasis Karbon, Kesehatan dan Konservasi, Sistem Pengetahuan Tradisional, Ekosistem di Papua dan Papua Nugini, Biogeografi di Wallacea, Orang-utan, Ornitologi, Entomologi, dan banyak lainnya.(*)
