Surabaya (Antara Bali) - Ketua Umum MUI Din Syamsuddin menilai metode Astrofotografi bisa
menjadi "jembatan" atau jalan tengah bagi hisab (perhitungan matematis)
dan rukyat (melihat bulan sabit secara kasat mata) dalam penentuan awal
Ramadhan dan Syawal (Idul Fitri).
"Astrofotografi (astronomi terekam secara foto/video) itu jalan keluar terbaik, asalkan umat mau menerima rukyat bil ilmi
(rukyat secara iptek) itu," katanya pada pembukaan workshop Jalan
Tengah Hisab-Rukyat Melalui Teknik Astrofotografi di Surabaya, Sabtu.
Dalam workshop yang dibuka Mendikbud Mohammad Nuh dan
dihadiri pakar Astrofotografi kelas dunia dari Prancis, Thierry Legault,
ia menjelaskan rukyat dalam Bahasa Arab sendiri bukan hanya berarti
melihat secara kasat mata, namun melihat secara mengetahui.
"Jadi, rukyat itu bisa bil ilmi (dengan pengetahuan/iptek)
dan metode astrofotografi itu hakekatnya merupakan rukyat bil ilmi
juga," kata Din yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah itu dalam pembukaan
workshop.
Dalam kesempatan itu, pakar Astrofotografi kelas dunia dari
Prancis, Thierry Legault, menjelaskan alat astrofotografi itu bisa
diprogram secara "computerized" untuk mengarah kepada objek tertentu,
lalu alat itu akan mengikuti pergerakan objek sesuai keinginan pengguna
alat.
"Karena itu, saya yakin tenggelamnya bulan sabit (hilal) hingga
muncul kembali akan dapat direkam selama dua jam atau lebih dan hasilnya
dapat disajikan dalam bentuk foto atau video, asalkan langit biru dan
tidak ada mendung. Saya pernah bisa merekam bulan sabit seukuran 0,5
derajat dalam waktu beberapa detik saja," kata insinyur yang menjadi
konsultan pesawat Boeing, Airbus dan Aerospace itu.
Hal itu dibenarkan Kepala Laboratorium Astronomi Bosscha, ITB, Dr
Mahasena Putra. "Kondisi yang bagus untuk membidik benda-benda langit di
Indonesia adalah NTB, Makassar, dan kawasan timur lainnya, sedangkan
kawasan barat memang agak sulit, karena banyak hambatan, termasuk sering
mendung," katanya.
Oleh karena itu, penulis buku Tasawuf Modern Agus Mustofa yang juga
penggagas astrofotografi di Indonesia itu akan mengembangkan metode
rukyat yang baru dan disebutnya "rukyat qobla ghurub" (RQG) atau rukyat
sebelum maghrib dengan alat astrofotografi itu.
"Rencananya, kita akan menempatkan alat Astrofotografi pada 20
titik di Indonesia untuk melakukan rukyat pada 27 Juni 2014 guna
menentukan awal Ramadhan 1435 Hijriyah. Kita sekarang masih memiliki
enam alat itu dan sebentar lagi akan bertambah empat alat lagi, sisanya
yang sepuluh alat lagi mungkin didukung Kemdikbud," katanya.
Untuk itulah, workshop astrofotografi itu akan dirangkai dengan
pelatihan astrofotografi di Surabaya pada 27-28 April yang diikuti para
ahli astrononomi/falaqiyah yang akan melakukan rukyat pada awal Ramadhan
mendatang.(WDY)
Astrofotografi Bisa jadi "Jembatan" Hisab-Rukyat
Minggu, 27 April 2014 11:50 WIB