Denpasar (Antara Bali) - Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KOMAK) Bali meminta aparat penegak hukum menelusuri dugaan korupsi penambangan galian C di Kabupaten Karangasem.
"Kami meminta aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan oknum-oknum yang melakukan dugaan tindakan korupsi di penambangan galian C tersebut," kata Koordinator KOMAK Bali, I Gusti Ngurah Harta di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan selain dugaan korupsi, ada juga dugaan perusakan lingkungan, khususnya di kaki Gunung Agung.
Ngurah Harta mengaku mendapat laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi di lokasi penambangan galian C di wilayah Kabupaten Karangasem.
"Ada laporan yang masuk ke kami dari warga, bahwa pertambangan ilegal di Karangasem diduga korupsi terstruktur oleh pejabat di Pemkab Karangasem, mulai anggota DPRD hingga pejabat bupati," katanya.
Laporan dari masyarakat itu, kata Ngurah Harta, memaparkan bahwa dalam Perda Kabupaten Karangasem awalnya menyebutkan tidak ada wilayah pertambangan sampai 2015. Tapi tahun 2012 kemudian dirubah menjadi wilayah Pertambangan hingga 2015.
Sehingga wilayah Karangasem merupakan wilayah pertambangan, semua boleh ditambang 500 meter di atas permukaan laut.
"Laporan itu menyebutkan, saat ini ada 80 usaha kegiatan penambang di Karangasem, namun yang berizin hanya sembilan penambang galian C," kata Ngurah Harta yang juga pinisepuh Perguruan Beladiri Sandhi Murthi Indonesia itu.
Dikatakan, banyak perusahaan tambang besar yang melakukan kegiatan operasi di kawasan galian C Karangasem, antara lain dari Bandung, DMT di Kubu, dari Surabaya PT Merak di Sebudi, PT Akadicon di perbatasan Rendang Bebandem, itu sebagian besar memiliki ratusan truk dan plat nomor polisi dari luar Bali.
"Tiap hari lalu lalang kendaraan truk tersebut, sehingga jalan yang dilalui rusak. Sedangkan mereka bayar pajaknya di luar Bali. Ini jelas merugikan masyarakat Bali sendiri," ujarnya.
Ngurah Harta lebih lanjut mengatakan dalam laporan itu disebutkan, penambang di galian C dipunguti iuran ilegal per truk Rp98.500 di satu titik.
Ada ribuan truk per hari. Pungutan retribusi ada lima titik. Diperkirakan ada tiga ribu truk kali Rp98.500 ribu per hari, di wilayah Butus, Sebudi, Selat, Rendang, Kubu dan Muncan. Seluruhnya mengitari kaki Gunung Agung. Digali sedalam-dalamnya, semasih ada material, dan tidak ada pengawasan dari instansi terkait.
Ia mengatakan dari fakta itu kemudian muncul pertanyaan, kenapa hal itu bisa berlangsung sampai sekarang. Apakah oknum-oknum pejabat ikut bermain memiliki tambang galian C tersebut?
"Pengusaha atau penambang merasa aman dapat bekerja selamanya, karena merasa dirinya berizin, dipungut oleh pemda dan membiarkan kegiatan itu karena urusan perut, tapi dia lupa itu merusak lingkungan Karangasem.
Perlu dipertanyakan, penegak hukum sejauh mana responnya terhadap masalah ini, kenapa diam saja? Berarti patut diduga aparat ini ikut membantu perusakan lingkungan di Kabupaten Karangasem.
"Mestinya aparat tidak harus menunggu laporan warga, begitu melihat ada kegiatan tidak berizin seharusnya sudah melakukan tindakan pencegahkan atau penutupan operasi perusahaan itu," katanya. (WDY)