Denpasar (Antara Bali) - Ketut Resmiyasa, ST, anggota DPRD Kota Denpasar, Bali, turut dipaksa melakukan adegan ciuman dengan istrinya di depan ribuan penonton dalam ritual tradisi "Omed Omedan" khas Banjar Kaja, Desa Adat Sesetan, Denpasar Selatan, Rabu petang.
Wakil rakyat dari PNIM yang sejak tengah duduk di panggung kehormatan dalam kegiatan yang dikemas bertajuk "Banjar Kaja Heritage Festival" itu, oleh panitia, termasuk para pecalang atau petugas keamanan adat, segera dipanggul ke arena "Omed Omedan" di tengah Jalan Raya Sesetan.
Demikian pula istrinya yang duduk di panggung kehormatan, juga dipanggul ramai-ramai dan dari arah berlawanan mereka dipertemukan. Adegan saling rangkul, peluk dan cium itu pun disambut meriah ribuan penonton masyarakat sekitar bersama wisatawan asing maupun domestik.
Setelah pasangan yang merupakan warga setempat itu saling peluk dan cium, juga disiram dan disemprot air hingga basah kuyup, seperti teruna-teruni peserta "Omed Omedan" yang berlangsung sehari setelah umat Hindu di Pulau Dewata melaksanakan "Catur Brata Penyepian".
Ritual tradisi turun-temurun tersebut kali ini diikuti masing-masing 50 wanita dan 50 pria warga setempat, dan disaksikan Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra bersama istri Ny Selly serta para pejabat formal lainnya maupun pejabat adat.
Menurut ketua panitia Putu Wiranata Jaya, ritual "Omed Omedan" yang berlangsung setiap tahun itu, dipesembahkan dalam rangka memperkaya khasanah budaya disamping untuk mendukung Denpasar sebagai kota kreatif yang berwawasan budaya.
Ritual tradisi yang digelar pada hari "ngembak geni" atau saat umat Hindu bebas setelah 24 jam melaksanakan "Catur Brata Penyepian", berasal dari kata "omet" yang artinya tarik.
Sedangkan "omed-omedan" dalam bahasa daerah Bali artinya saling tarik, berebut. Namun pada "Omed Omedan" yang telah menjadi nama salah satu ritual tradisi ini, yang terjadi setiap pasangan yang dipilih secara acak, kemudian saling berpelukan, berciuman.
Warisan budaya leluhur itu, menurut "penglingsir" atau sesepuh Puri Oka I Gusti Oka Putra, ritual tersebut memiliki nilai sakral dan pelaksanaannya diawali kegiatan sembahyang bersama.
Diceritakan, ketika "Omed Omedan" ditiadakan, di dusun setempat pernah terjadi peristiwa aneh, yakni muncul dua babi yang asal muasal maupun pemiliknya tidak diketahui. Kedua babi tersebut bertarung habis-habisan.
Selain itu, warga setempat juga banyak yang menderita sakit dan tidak kunjung sembuh. Kemudian banyak warga yang "kerasukan" atau kesurupan dan sulit dilepaskan dari kekuatan gaib.
Berdasarkan kesepakatan warga, akhirnya peristiwa itu "diteropong" melalui "orang pintar". Kemudian didapatkan jawaban bahwa "Omed Omedan" adalah kehendak dari "sesuhunan" yang "berstana" di Pura Banjar Kaja. "Karena itu ritual ini kemudian kami selenggarakan rutin setiap tahun," ucap Gusti Oka.
I Ketut Sutama, salah seorang pengunjung yang begitu antusias menyaksikan acara tersebut, menyatakan salut atas digelarnya acara yang merupakan warisan budaya leluhur yang patut dilestarikan.
"Kegiatan itu cukup positifnya bagi teruna-teruni agar semakin kompak untuk bahu-membahu dalam melaksankan berbagai kegiatan," ucapnya.(*)