Denpasar (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana menyatakan Bale Kertha Adhyaksa merupakan wadah untuk memadukan antara kearifan lokal Bali dan hukum positif.
"Bale Kertha Adhyaksa adalah gagasan menyatukan kolaborasi living law (kearifan lokal) dengan positive law (hukum positif) sehingga keadilan masyarakat menjadi hal yang sangat penting," kata Sumedana saat meresmikan Bale Kertha Adhyaksa di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar, Bali, Jumat.
Dia menjelaskan di beberapa negara, konsep upaya-upaya mediasi, perdamaian dan solusi alternatif menjadi pintu utama dalam segala penyelesaian konflik, sehingga pengadilan menjadi jalan terakhir untuk mendapatkan keadilan (ultimum remidium).
Karena itu, ketika Bale Kertha Adhyaksa sudah dibuatkan peraturan daerah dan terimplementasi dengan baik, maka Bali akan menjadi role model penyelesaian hukum berbasis kearifan lokal.
Terkecuali, untuk kasus kasus pidana akan ada pembatasan sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.
Baca juga: Kejati Bali libatkan desa adat dalam penyelesaian hukum
Menurut Sumedana, meminimalisir kasus ke pengadilan akan memberikan dampak yang sangat luas bagi negara dan masyarakat.
"Bagi negara akan menekan jumlah pengeluaran (biaya perkara) sampai pada biaya pembinaan. Bagi masyarakat akan lebih cepat, tidak berbiaya dan tidak menimbulkan resistensi di masyarakat; tercipta masyarakat yang harmonis, damai dan penuh dengan toleransi," katanya.
Mantan Kapuspen Kejagung RI itu menyatakan dalam menjaga Bali dengan kebudayaan, adat istiadat dan segala keistimewaannya bukan hal yang mudah.
Untuk itu, perlu dirawat minimal dengan dua hal, yakni menjaga tanahnya dan menjaga manusianya sehingga kebudayaan dan adat istiadat tidak bergeser ke tempat lain.
Bali dengan Desa kalapatra dan Tri Hita Karananya mumpuni dalam menyongsong perkembangan hukum di masa depan.
Baca juga: Kajati Bali: Bale Kertha Adhyaksa jadi tempat selesaikan sengketa adat
Desa kalapatra mengajarkan manusia Bali untuk beradaptasi, fleksibel serta mampu berkolaborasi dengan siapa pun.
Sedangkan konsep Tri Hita Karana akan menjaga hubungan harmonisasi manusia dengan Tuhan,manusia dengan manusia lainnya serta mahluk hidup bumi ini.
"Inilah konsep dasar yang meng-ajeg -an Bali sampai saat ini, sehingga manusianya dibangun dengan akal budi pekerti yang baik serta tanahnya dijaga agar tidak terjual habis," katanya.
Menurut dia, penguatan Ajeg Bali juga tidak terlepas dari komitmen bersama baik dari masyarakat, pemerintah dan lembaga lain harus terlibat untuk mencari solusi atas segala tantangan yang dihadapi Bali di masa yang akan datang.
"Jaksa dalam hal ini diinisiasi Kajati Bali mengambil peran sesuai dengan tupoksinya yaitu membangun Bale Kertha Adhyaksa dalam rangka mencari tempat solusi segala permasalahan ada di wilayah hukum ada di Bali," kata Ketut Sumedana.