Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - I Wayan Limbak, seniman asal Bedulu, Gianyar, Bali, merintis pertunjukkan bersama Walter Spies, seniman asal Jerman di objek wisata Goa Gajah, perkampungan seniman Ubud tahun 1930, atau 83 tahun yang silam.
Dialog interkultural dua seniman berbeda latar belakang seni budaya dan etnis, itu mampu melahirkan pertunjukan tari kecak, yang hingga kini menjadi maskot tari Bali yang monumental dan tersohor ke mancanegara, bahkan mampu memberikan warna dan bagian dari kebudayaan dunia.
Khasanah kesenian tradisi Bali memang menjadi sumber inspirasi dalam menggali, mengembangkan dan melestarikan seni budaya Bali, sehingga tetap eksis dan mampu sejajar dengan seni budaya mancanegara, tutur pengamat seni Budaya Bali yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Kadek Suartaya, SS Kar MSi.
Pria kelahiran Sukawati, Gianyar itu menambahkan, pengembangan kesenian Bali pada dasarnya berorientasi pada nilai-nilai estetika dan konsep artistik dari kesenian tradisi yang telah teruji dalam perkembangan zaman.
Tari gambuh misalnya yang bertransformasi menjadi tari arja dan legong mampu melahirkan beragam bentuk, sehingga dapat mengembangkan dan memperkaya nilai-nilai tradisi tersebut.
Demikian pula dalam seni kerawitan konsep dan pola-pola musikal untuk gamelan Gambuh mengejawantah dalam gamelan Semarapagulingan. Sementara "repertoar" yang dimiliki gong gede disajikan lebih segar dan kreatif dalam gamelan gong kebyar.
Kini di tengah dinamisnya perkembangan gong kebyar, tidak sedikit yang mengeksplorasi elemen-elemen yang terdapat dalam gamelan tua seperti gambang, slonding, atau gender wayang.
Dengan demikian kesenian tradisi-klasik menyimpan nilai estetik yang sangat luhur, lebih-lebih yang telah terpuruk langka, patut digali, direkonstruksi, direvitalisasi dan dibanggakan di tengah lingkungan komunitas.
Kuatkan Estetika
Kadek Suartaya, kandidat doktor kajian budaya Universitas Udayana itu menilai, rekonstruksi dan revitalisasi terhadap bentuk-bentuk seni tradisi Bali dimaksudkan untuk menguatkan estetik-konseptualnya.
Demikian pula menguatkan sosial-kultural dan psikis-mental yang berkorelasi dengan kesenian yang dibangun secara bersamaan. Melalui rekontruksi dan revitalisasi itu para pelaku seni dan komunitasnya secara sosial-kultural mampu menumbuhkan semangat kebersamaan dalam memaknai nilai-nilai estetika.
Semua itu tetap dilandasi kasih damai, sehingga kalangan pegiat seni dan masyarakat pendukungnya dapat meneguhkan mentalitas penyayangan terhadap keagungan budaya tradisi dan seni tradisi yang unggul.
Drama tari Gambuh, teater tua misalnya yang diakui sebagai "sumber mata air" seni pertunjukan Bali, masih mampu bertahan dari kepunahannya.
Di Desa Batuan, Sukawati, Kabupaten Gianyar seni Gambuh itu menjadi sanggaan karakteristik para pelaku seni dan masyarakat pelestari budaya.
Bahkan pada era kejayaan kerajaan Bali masa lalu kesenian Gambuh digeluti sebagai persembahan seni dan seni persembahan ritual keagamaan, sekaligus seni pentas kehormatan.
Namun pada era globalisasi sekarang ini pementassan berbagai jenis kesenian itu semestinya tidak sampai melumpuhkan karakter bangsa. Namun masih beruntung, semangat untuk memperkuat karakter diri, masyarakat, dan bangsa Indonesia.
Hal itu masih terasa membuncah gairah berasyik dengan seni tradisi yang menyala-nyala di tengah masyarakat Pulau Dewata, yang puncaknya pada pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) pada bulan Juni-Juli setiap tahunnya, tutur Kadek Suartaya.
Dikenal Dunia
Seniman asing yang mengembangkan kreativitas seni di Bali, baik dalam seni tari, tabuh, patung dan kanvas itu, selain memperkenalkan Bali ke dunia barat, sekaligus mampu mengantarkan dirinya mendunia, berkat kegigihan dan kepegawaian memanfaatkan roh Bali dalam menghasilkan karya-karya seni.
Sederetan nama-nama seniman asing yang pernah bermukim di Bali, dengan karya-karyanya yang terbingkai dalam seni budaya Bali mencuat kepermukaan yang telah dikenal dunia internasional hingga sekarang.
Karya seni hasil sentuhan sederetan seniman asing yang pernah bermukim di Bali menggambarkan bagaimana unik dan kokohnya seni budaya yang diwarisi masyarakat Pulau Dewata hingga sekarang.
Walter Spies lewat karya kanvas maupun garapan tari mampu memperkenalkan Bali kepada dunia barat tahun 1930 an, hingga akhirnya Bali dikenal mancanegara. Upaya itu juga dilakukan dengan mengajak seniman tabuh dan tari Bali mengadakan lawatan ke berbagai negara ke Eropa.
Demikian pula seniman lukis dan patung hasil binaannya tetap berpijak pada akar seni budaya Bali. Berkat keberhasilan Walter Spies membangun "jembatan" yang menghubungkan Bali dengan dunia barat, menjadikan para illuwan dan peneliti dunia tertarik datang ke Bali.
Kedatangan ilmuwan barat itu, setelah kembali ke negaranya masing-masing hampir semuanya menulis tentang Bali dari berbagai sudut pandang yang umumnya pada bidang seni budaya serta keindahan panorama alam Pulau Dewata.
Kondisi demikian itu tidak mengherankan, jika Bali sekarang berkembang pesat dalam bidang pariwisata, bahkan sebagian besar masyarakat setempat menggantungkan tumpu harapan pada sektor pariwisata, tanpa mengesampingkan aspek pembangunan lainnya, tutur Kadek Suartaya. (*/ADT)
Khasanah Seni Tradisi Bali Jadi Inspirasi
Minggu, 7 April 2013 17:12 WIB