Denpasar (ANTARA) - Sebuah buku Akuntasi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang disusun oleh akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana Prof. Dr. I Wayan Ramantha diluncurkan di peringatan Hari Ulang Tahun ke-40 LPD di Kampus UNHI Tembau, Denpasar, Senin (23/12).
Peluncuran buku tersebut dilakukan oleh anggota DPD RI Dapil Bali IB Rai Dharmawijaya Mantra bersama Kepala BKS LPD Bali Nyoman Cendekiawan dan Kepala LPLPD Bali Nengah Karmayasa yang disaksikan oleh Dirut BPD Bali Nyoman Sudharma, Rektor UNHI, para rektor perguruan tinggi negeri dan swasta se-Bali dan undangan lainnya.
"Saya sangat yakin dengan buku Akutansi yang disusun oleh Prof. I Wayan Ramantha ini," kata Rai Mantra seperti yang dikutip dalam keterangan pers yang diterima di Denpasar, Selasa.
Keyakinan ini, sambung Rai Mantra karena Prof. I Wayan Ramantha sempat menjadi promotor bagi dirinya saat menempuh Pendidikan Doktor atau S3 di FEB Universitas Udayana.
"Selain itu, Prof. Ramantha juga praktisi yang mengaudit keuangan di sejumlah LPD dan menjadi pengawas di salah satu LPD dimana beliau tinggal," ungkap Rai Mantra memulai kesaksiannya.
Di hadapan Kadis Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Bali IGAK Kartika Jaya Seputra dan Dirut Jamkrida Bali Mandara (Perseroda) serta 600 orang lebih kepala LPD se-Bali, Rai Mantra yang juga putra pencetus Lembaga Perkreditan Desa / LPD Prof. IB Mantra tersebut menceritakan soal sejarah kemunculan LPD yang digagas oleh sang ayah Prof. IB Mantra.
Mantan Walikota Denpasar tersebut mengatakan Prof. Ramantha sempat bertemu dengan ayahnya sekitar tahun 1989 di mana saat itu mereka berdiskusi dan membahas soal LPD dan ekonomi Hindu secara umum.
"Setiap kembali ke Bali dari India sebagai Dubes, Prof. Ramantha pasti menemui Prof. Mantra untuk berdiskusi soal LPD dan masalah lain seperti ekonomi Hindu," ujar Rai Mantra.
Menurut Rai Mantra, setelah mengalami perjalanan panjang kurang lebih 36 tahun dan melakukan penelitian-penelitian terkait LPD, akhirnya LPD pun didirikan.
"Saat berdiskusi, Prof Ramanta memang seorang ahli akuntansi tapi beliau menyadari akan sejarah pendirian & perjalanan Lembaga Perkreditan Desa / LPD tersebut, itu memang tidak bisa diselesaikan oleh satu disiplin ilmu, akan tetapi multidisipliner yang hubungannya dengan kekuasaan, idealisme, sosial, profesi dan konteks sejarah," tegasnya.
Rai Mantra mengatakan, LPD ini memang dilahirkan dari sebuah logika kelembagaan yang dipakai untuk beradatasi secara nasional dan global, makanya bernama Lembaga Perkreditan Desa atau LPD.
Bahkan seorang peneliti GTZ, sebuah lembaga micro finance dari Jerman, Prof. Seibel, pada tahun 2015 menyatakan bahwa LPD ini merupakan lembaga keuangan mikro yang tujuan utamanya adalah membantu desa adat dalam menjalankan fungsi-fungsi kultural dan terdapat kemiripan dengan Gremeen Bank di Bangladesh.
Terkait dengan akuntansi yang menjadi panduan LPD, Rai Mantra menjelaskan, LPD memang telah memiliki alat ukuran secara manajerial keuangan akuntansi metode Camel yang mapan, namun kinerja sosial perlu juga dipertimbangkan.
"Jadi tak hanya cukup dengan Camel, tetapi juga sosial sehingga Camel plus S," imbuhnya.
Dia menegaskan, sebagai penganut ekonomi campuran, pihaknya memahami di dunia ini tidak mutlak hanya menggunakan satu sistem akuntansi.
"Di dunia ini arus utama ekonomi terpusat ada ekonomi pasar, ekonomi tradisional, terus ada ekonomi campuran, ada juga turunan-turunan alternatifnya, ada yang sifat sosialis, komunis ada juga ekonomi syariah bagi umat Muslim. Kebudayaan adalah tataran ideologi atau ide / gagasan dan dapat beradaptasi," kata Rai Mantra.
Jadi melalui perkembangan zaman, LPD ini merupakan sesuatu hal budaya yang dilembagakan, yakni pertukaran antara modal budaya dan ekonomi sehingga modal budaya ini menjadi mediasi modal sosial dalam ekonomi tersebut.
Dengan begitu, LPD seperti ini dikecualikan oleh negara sebagai lembaga keuangan mikro tetapi budaya yang ada di Bali dilembagakan sehingga terbentuk lembaga keuangan mikro yang tujuan utamanya membantu desa adat dalam menjalankan fungsi-fungsinya.
Rai Mantra pun tak lupa mengucapkan selamat atas peluncuran buku akuntansi LPD ini, dimana buku ini memberi gambaran agar pembacanya tidak terombang-ambing lagi dengan sistem akuntansi yang menyebabkan banyak hal yang merugikan LPD serta desa adat secara umumnya, karena adanya perbedaan persepsi.
Perbedaan persepsi tersebut lanjut Rai Mantra disebabkan oleh belum sepenuhnya memahami soal etika bisnis dan identitas yang merupakan roh tata kelola dari LPD yaitu “HYBRID”.
Rai Mantra berharap buku ini dapat menjawab berbagai tantangan yang ada mulai hari ini sampai masa depan, karena konsep pendekatan sang penulis dengan menggunakan konsep Hindhu dalam mencari kebenaran / DARSANA dengan pola Tri Semaya.
"Tri Semaya diartikan sebagai kurun waktu yang digunakan untuk menilai situasi atau keadaan agar dapat mencapai kesimpulan. Maksudnya, apa yang dilakukan saat ini (Wartamana) harus berorientasi pada masa lampau (Atita) dan merumuskan harapan masa depan (Nagata)," pungkas Rai Mantra.