Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memilah sejumlah standar global terkait kecerdasan buatan (AI) untuk memperkuat pembentukan regulasi yang mengatur perkembangan teknologi itu di Indonesia.
“Indonesia mencoba mengadopsi semua regulasi yang berkembang, kira-kira mana yang paling tepat sesuai konteks Indonesia,” kata Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria di sela Forum Hubungan Masyarakat Dunia (WPRF) Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Ia menyebutkan regulasi khusus mengatur AI yang diterapkan di Amerika Serikat (AS) pengaturannya bersifat vertikal, sama halnya dengan yang diterapkan di China.
Ada pun pengaturan bersifat vertikal di AS yaitu negara-negara bagian di negeri Paman Sam itu memiliki undang-undang berbeda tentang AI.
Sedangkan di Uni Eropa, pengaturan AI dilakukan secara horizontal yang menetapkan standar luas dan berlaku di berbagai aplikasi dan industri AI.
Tak hanya mencermati regulasi AI yang ditetapkan secara global, Indonesia juga tetap mengacu kepada hasil penilaian kesiapan kecerdasan buatan atau Readiness Assessment Methodology on AI oleh Organisasi PBB Bidang Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan (UNESCO).
Hasil penilaian itu membuka peluang pengembangan lanskap dan ekosistem AI di Indonesia secara komprehensif.
Bahkan Indonesia, kata dia, merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan hasil dari UNESCO itu.
“Kita negara pertama di ASEAN yang mendapatkan dokumen itu dari UNESCO. Dia (dokumen) itu semacam alat diagnosa untuk melihat kesiapan satu negara dalam adopsi AI. Dari 60 negara yang mengadopsi, di ASEAN baru Indonesia negara yang pertama,” ucapnya.
Sementara itu, dari hasil penilaian UNESCO, lanjut dia, ada tiga hal yang perlu diatasi dalam mendukung pengembangan AI di Indonesia yakni penguatan konektivitas digital, sumber daya manusia bidang digital dan anggaran untuk riset dan inovasi yang masih terbatas.
Ketiganya, lanjut dia, juga menjadi fokus Komdigi agar potensi AI bisa digali lebih besar mengingat adopsi AI di Indonesia masih belum banyak.
Dalam pemaparannya, Nezar mengungkapkan AI diproyeksi berkontribusi sebesar 366 miliar dolar AS terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2030.
Ada pun pengguna internet di Indonesia mencapai sekitar 221,5 juta dengan tingkat penetrasi mencapai sekitar 79,5 persen.
Kemudian, sebanyak 26,7 juta pekerja Indonesia terbantu dengan kehadiran AI khususnya bidang pekerjaan sektor komunikasi dan informasi.
“Komunikasi dan informasi adalah beberapa di antara sedikit sektor yang terbantu karena AI. Data ini mengindikasikan Indonesia pasar yang masih belum tersentuh adopsi AI,” katanya.