Akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, Bali, Ketut Trika Adi Ana merekomendasikan penelitian tindakan kelas (PTK) sebagai alternatif mewujudkan kelas inklusif yang berkualitas.
"Kelas inklusif merupakan suatu model pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan semua siswa, baik mereka yang disebut siswa mainstream maupun siswa dengan kebutuhan khusus," kata Trika di Kota Singaraja, Minggu.
"Kelas inklusif merupakan suatu model pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan semua siswa, baik mereka yang disebut siswa mainstream maupun siswa dengan kebutuhan khusus," kata Trika di Kota Singaraja, Minggu.
Di Indonesia, pendidikan inklusif mulai diterapkan secara luas, tetapi tantangan yang dihadapi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran inklusif masih sangat besar.
Ia mengatakan, salah satu solusi efektif yang dapat diterapkan oleh guru dalam menghadapi tantangan ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK memberikan landasan metodologis yang kokoh bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran secara berkelanjutan. Dengan demikian, PTK dapat menjadi kunci sukses dalam menciptakan kelas inklusif yang berkualitas.
Kelas inklusif adalah kelas di mana siswa dengan berbagai latar belakang dan kemampuan belajar secara bersama-sama. Di dalam kelas ini, terdapat siswa yang tanpa hambatan belajar serta siswa dengan kebutuhan pendidikan khusus, seperti siswa dengan disleksia, autisme, atau gangguan pemrosesan sensorik.
"Perbedaan ini menjadikan kelas inklusif memiliki dinamika tersendiri yang menuntut guru untuk mampu menerapkan pembelajaran yang bersifat diferensiasi. Artinya, guru harus menyusun strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap siswa di kelas," kata dia.
Lebih jauh, dia mengungkapkan, pembelajaran yang efektif dalam kelas inklusif harus memperhatikan berbagai faktor, mulai dari pemilihan materi, media pembelajaran, hingga metode asesmen. Siswa yang memiliki kesulitan belajar sering kali membutuhkan pendekatan yang berbeda, baik dari segi penyampaian materi maupun dalam cara mereka dinilai.
Jika tidak diperhatikan, siswa dengan kebutuhan khusus ini bisa tertinggal dan tidak mendapatkan pembelajaran yang maksimal. Di sinilah pentingnya PTK sebagai sarana untuk terus memperbaiki dan menyesuaikan pembelajaran yang berlangsung di kelas inklusif.
Dia menjelaskan pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan yang sangat penting dalam kelas inklusif karena siswa di kelas ini memiliki kemampuan yang sangat bervariasi. Dalam kelas inklusif, beberapa siswa mungkin memerlukan dukungan tambahan, seperti pemahaman konsep yang lebih lambat atau alat bantu belajar yang spesifik.
Di sisi lain, ada pula siswa yang mampu menangkap materi lebih cepat dan membutuhkan tantangan tambahan agar tidak merasa bosan.
Menurut dia, pembelajaran berdiferensiasi memberikan kesempatan bagi semua siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuan mereka. Dalam praktiknya, guru dapat melakukan diferensiasi melalui tiga aspek: konten (apa yang diajarkan), proses (bagaimana materi disampaikan), dan produk (bagaimana hasil belajar dinilai).
"Sebagai contoh, dalam satu kelas, beberapa siswa mungkin mendapatkan penjelasan tambahan menggunakan video interaktif, sementara siswa lain mungkin lebih memahami materi melalui diskusi kelompok. Dalam asesmen, siswa dengan kebutuhan khusus mungkin memerlukan waktu tambahan atau penilaian yang berbentuk tugas proyek, sementara siswa lainnya dapat dinilai melalui tes tertulis," papar dia.
Namun, untuk dapat melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi secara efektif, guru perlu melakukan analisis mendalam terhadap setiap siswa. Guru harus mampu mengidentifikasi kelemahan, kebutuhan, serta potensi siswa, baik mereka yang masuk kategori mainstream maupun yang berkebutuhan khusus. Proses identifikasi ini tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan pengamatan sepintas.
"Diperlukan pendekatan yang lebih sistematis dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh guru benar-benar dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran. Di sinilah PTK memainkan peran penting," ucapnya.
PTK adalah metode penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan tujuan memperbaiki praktik pembelajaran. Proses PTK melibatkan beberapa siklus, dimulai dengan identifikasi masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi hasil.
Dalam konteks kelas inklusif, PTK dapat membantu guru mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi siswa secara lebih mendalam, baik itu kesulitan dalam memahami materi, hambatan dalam komunikasi, atau kebutuhan akan metode pembelajaran yang lebih efektif.