Denpasar (ANTARA) - Maestro seni yang juga guru besar bidang Etnomusikologi Prof Dr I Made Bandem membawakan tari Topeng Dalem Arsa Wijaya yang merupakan salah satu tari klasik Bali dalam Festival Seni Nusantara.
"Dalam festival ini, di usia yang hampir 80 tahun, saya ingin ikut terlibat menampilkan tari klasik Bali, sekaligus mengingat masa lalu sebagai penari dan guru tari," kata Bandem di objek wisata Tukad Bindu, Denpasar, Minggu malam.
Festival Seni Nusantara digelar oleh Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) STIKOM Bali selama dua pekan di objek wisata Tukad Bindu, Denpasar, dengan menampilkan tari dari berbagai daerah di Nusantara. Selain tari Bali, juga ada tari dari Jawa Timur, Solo dan Sunda.
"Tari (Topeng Dalem Arsa Wijaya) ini saya senangi dan saya dulu belajar dari orang tua saya serta guru-guru yang lain," ujar Bandem yang juga Pembina Yayasan Widya Dharma Shanti - induk dari ITB STIKOM Bali.
Mantan Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar (kini ISI Denpasar) itu menuturkan, pada sekitar era 1960-an, ia bersama dengan maestro seni Wayan Berata mengajar tari Bali dan juga menari ke berbagai daerah di Pulau Dewata.
"Saya ke Buleleng, ke Gianyar, Denpasar dan sebagainya. Dalam festival ini, saya ingin mengingat masa lalu, di usia hampir 80 tahun ini sebagai penari dan sekaligus guru tari," ucap Bandem yang juga pernah memimpin Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tersebut.
Penampilan Bandem dalam acara penutupan Festival Seni Nusantara itu semakin istimewa karena topeng yang digunakan dalam tarian yang melambangkan penguasa Raja Majapahit tersebut, merupakan topeng bersejarah.
"Kali ini saya menggunakan topeng yang merupakan hadiah Raja Bangli terakhir kepada orang tua saya yang diberikan pada tahun 1956," tuturnya.
Dengan pelaksanaan festival tersebut, lanjut Bandem, pihaknya ingin mengajak masyarakat untuk mencintai seni-seni kerakyatan dan seni klasik yang dimiliki Bali, maupun berbagai daerah di Nusantara yang sangat beragam, yang tentunya mengandung pesan persatuan.
Sedangkan pelaksanaan festival yang sengaja bertempat di Tukad (sungai) Bindu, di alam terbuka, merupakan upaya untuk memanfaatkan lingkungan sebagai teater, sekaligus menjadi tempat untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
Dalam acara tersebut juga ditampilkan tari Sekar Jagat dan tari Widya Prakrti yang merupakan tari kebesaran ITB STIKOM Bali. Kedua tari ini diciptakan oleh NLN Swasthi Widjaja Bandem yang juga istri dari Prof Bandem.
Tari Sekar Jagat dan tari Widya Prakrti dibawakan oleh mahasiswa ITB STIKOM Bali dengan diiringi gamelan yang para penabuh-nya mahasiswa setempat.
"Ibu Swasthi adalah pencipta tari kebesaran pertama di Indonesia. Saat itu diciptakan tari Siwa Nata Raja untuk ISI Denpasar. Selanjutnya barulah berkembang berbagai tari kebesaran dimana-mana, tidak saja di pemerintahan, juga di berbagai universitas," ujar Bandem.
Bandem mengatakan pada ajang Festival Seni Nusantara mendatang, ia ingin membawakan tari Baris ataupun tari Kebyar Duduk, serta tari-tari karya maestro yang dulu kerap ia tarikan.
Sementara itu, Rektor ITB STIKOM Bali Dr Dadang Hermawan mengatakan festival ini sengaja digelar di Tukad Bindu itu untuk mencari suasana lain dan sekaligus mendekatkan kampus pada masyarakat.
"Jika biasanya pentas di ruang tertutup, maka kami mencoba untuk turun berbaur bersama masyarakat, yang tentunya tanpa mengurangi makna atau hakikat kesenian," ucapnya.
Ke depan, pihaknya berencana melaksanakan festival serupa dengan berkeliling di berbagai kabupaten/kota di Bali. "Ini menjadi sumbangsih kami, yang tak hanya berkutat dengan teknologi informasi, tetapi juga mengadopsi digitalisasi dengan seni dan budaya," kata Dadang.