Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali menilai inisiasi membentuk family office atau kantor yang mengelola dana investasi konglomerat asing di Pulau Dewata dapat mendongkrak kualitas pariwisata daerah setempat.
“Jadi level kepercayaan diri orang terhadap Bali itu akan menjadi lebih tinggi, itu bagus untuk membuat branding, menarik orang berwisata ke Bali,” kata Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Parta Adnyana di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Ia menilai praktik serupa sudah banyak diterapkan di sejumlah negara di antaranya Singapura dan Monako dengan asal konglomerat itu di antaranya dari Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa Timur.
Selain itu, aliran dana di tanah air yang dibawa orang kaya tersebut juga berpotensi makin besar apalagi tanpa diikuti pajak.
Baca juga: GIPI ingin syarat kedatangan wisman ke Bali diperketat
“Itu akan menaikkan Bali secara branding asal mereka tidak dipajaki,” imbuhnya.
Sebelumnya, pada pelaksanaan World Water Forum (WWF) ke-10 di Nusa Dua, Bali pertengahan Mei 2024, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan melontarkan gagasan Bali memiliki potensi sebagai tujuan para konglomerat asing mengelola dananya di Bali.
“Kami dorong Bali ini menjadi hub (pusat) untuk family office seperti di Hong Kong dan Singapura,” kata Luhut di sela World Water Forum di Denpasar, Sabtu (18/5).
Di sisi lain, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan pihaknya saat ini masih mencermati rencana pemerintah untuk membentuk family office.
Alasannya, rencana itu masih menjadi pembahasan internal pemerintah sehingga otoritas keuangan belum dapat meresponsnya secara pasti.
Baca juga: GIPI Bali gandeng konsulat asing di Pulau Dewata untuk sosialisasi pungutan wisman
“Pemahaman kami mengenai hal ini masih dibahas di internal pemerintah dan kami cermati masih akan disampaikan nanti pemikiran gagasan usulannya itu kepada Presiden Joko Widodo untuk tentunya mendapat persetujuan ataupun arahan lebih lanjut,” kata Mahendra dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan Mei 2024 di Jakarta, Senin (10/6).
Secara umum, menurut Mahendra, pembentukan family office berpotensi menciptakan suatu permintaan baru terhadap instrumen keuangan di Indonesia.
Apabila family office dianggap sebagai pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), tentu OJK akan menyiapkan infrastruktur yang baik dalam arti regulasi maupun pengawasannya.
Mahendra mengatakan instrumen serupa ataupun perusahaan sejenis itu ada di beberapa negara, baik negara di kawasan maupun negara-negara maju.