Denpasar (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali mengumpulkan jajarannya untuk menyiapkan langkah mitigasi apabila ada laporan sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisioner KPU Bali Anak Agung Gede Raka Nakula di Denpasar, Kamis, mengarahkan jajarannya melakukan inventarisasi terhadap permasalahan selama ini yang berpotensi menjadi sengketa.
“Jadi mitigasinya kita melakukan penyiapan-penyiapan alat bukti, apakah formulir D Hasil sudah diarsipkan dengan baik,” kata dia.
Selain itu, Agung Nakula mengingatkan agar menyiapkan kronologis setiap kejadian, terutama pada beberapa kasus potensial yang paling mereka waspadai.
Salah satu yang menjadi fokus adalah soal saksi pasangan calon presiden nomor urut 3 yang kompak tidak menandatangani hasil rekapitulasi di kabupaten/kota.
Baca juga: KPU Bali mulai proses pilkada 2024 dengan tentukan maskot
“Semestinya kalau dari kacamata kami proses semua sudah selesai karena semua saksi legislatif sudah tanda tangan walaupun beberapa saksi pilpres tidak, namun dalam proses perolehan suara dan penghitungan sudah berjalan sesuai mekanisme,” ujarnya.
Kejadian ini dinilai berpotensi memunculkan sengketa di MK, sehingga KPU Bali menyiapkan data dan keperluan di luar itu, sebab sejauh ini alasan saksi enggan tandatangan juga bukan karena mempermasalahkan proses di daerah.
Hal lain yang juga dinilai rawan adalah gugatan atas suara peserta Pemilu 2024 yang berbeda tipis antara calon internal lainnya, bahkan di Kabupaten Buleleng Agung Nakula mencatat ada calon legislatif tingkat kabupaten yang perolehan suaranya sama dalam satu partai.
Terhadap kasus selisih suara tipis atau sama, KPU Bali meminta jajaran di daerah mengumpulkan berkas hasil untuk nantinya disandingkan ketika peserta yang merasa dirugikan mengajukan gugatan.
Baca juga: KPU Bali: Pemilu 2024 sudah mudah dilakukan penyandang disabilitas
“Kita fokuskan suara-suara dari caleg internal yang selisihnya sedikit seperti ada yang selisih 26, 6, bahkan ada yang sama, ini kita kuatkan dengan bukti prosesnya, apakah formulir C1 sudah sesuai, itu jadi bahan kita membuat kronologis dan kita arahkan untuk arsip alat-alat bukti,” kata Komisioner Bidang Hukum dan Pengawasan KPU Bali itu.
Meski dapat diprotes, peserta pemilu yang berada di bawah partai politik tidak dapat sembarang mengajukan gugatan.
Agung Nakula menjelaskan bagi peserta pemilu DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, wajib mengantongi izin dari dewan pimpinan pusat partai masing-masing untuk diterima gugatannya oleh Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, setiap penggugat harus menunjukkan bukti dan penjelasan sebagai syarat formil, sehingga jika melihat proses berjenjang selama ini KPU Bali memprediksi semestinya tak ada lagi yang perlu disengketakan.
“Kalau kita lihat dari proses pemungutan suara, rekapitulasi PPS, PPK, KPU kabupaten/kota, sampai provinsi sudah dilalui sesuai prosedur, semua kejadian sudah diselesaikan seperti penghitungan suara ulang sudah, tapi apapun itu kami harus tetap mitigasi dan identifikasi,” tuturnya.