Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar, Bali, I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty mengajak masyarakat di kota setempat agar tidak mengabaikan kondisi anak yang mengalami autis dan tidak menganggap mereka dalam kondisi yang baik-baik saja.
"Jika menganggap anak autis baik-baik saja, kasihan mereka. Dengan layanan terapi dan konsultasi, anak-anak yang autis sesungguhnya tetap bisa menjadi kebanggaan keluarga," kata Laxmy di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, anak-anak dengan gejala autis (gangguan perilaku akibat kelainan saraf otak) dan juga down syndrome (kelainan genetik yang menyebabkan tingkat kecerdasan rendah) dapat segera dilaporkan ke Dinas Sosial Kota Denpasar.
Melalui UPTD Pusat Layanan Disabilitas Kota Denpasar, anak-anak autis bisa diberikan terapi dan kelas kreativitas (melukis dan menari) sehingga gejala autisnya dibuat menjadi lebih ringan.
"Anak-anak yang autis setelah diterapi memang tidak bisa menjadi super normal. Tetapi paling tidak, bisa lebih ringan, emosinya bisa lebih terkendali dari yang sebelumnya suka mengamuk. Selanjutnya sampai di rumah tetap kembali ke keluarga, orang tua juga harus memberikan terapi," ucapnya.
Kalau gejala autisnya sudah ringan, mereka itu juga bisa masuk ke kelas-kelas kreativitas disabilitas sesuai dengan bakatnya masing-masing, seperti ada yang melukis, menari dan sebagainya," ucapnya.
Ia menambahkan jika anak autis tanpa melalui konsultasi dan terapi dipaksakan belajar di sekolah umum tentunya mereka bisa syok dan tidak dapat mengejar pelajaran. "Kasihan juga anak-anak ini menjadi dimarahi orang tuanya ketika nilai rapornya jelek, anak-anak pun bisa stres," ujarnya.
Laxmy menambahkan, sebelumnya ada salah satu anak yang ditemukan dalam kondisi autis bahkan sudah berusia 21 tahun. "Ibu dari anak ini merupakan buruh bangunan dan anak tersebut sehari-hari diasuh oleh neneknya. Setelah melalui terapi, gejala autisnya menjadi lebih ringan," ujar Laxmy.
Layanan terapi yang diberikan secara gratis untuk anak-anak autis dan down syndrome di UPTD Pusat Layanan Disabilitas Kota Denpasar dilangsungkan selama enam bulan.
"Belum lama ini kami melakukan gelar safari kesehatan bersama RSUD Wangaya dan Puskesmas Denut 3 untuk mengetahui kondisi anak-anak disabilitas. Saat dilakukan skrinig kesehatan ditemukan ada 173 anak dengan gejala autis," katanya.
Pada prinsipnya, Laxmy mengajak para orang tua yang memiliki anak autis dan down syndrome jangan putus asa. Banyak juga dari mereka yang berkebutuhan khusus itu juga dapat menjadi pemusik maupun artis karena mereka pun ingin menjadi kebanggaan orang tua.
"Selain itu ada yang down syndrome juga bisa mengajar. Ke depannya kami sedang menjajaki kerja sama dengan Belanda terkait hal ini," ucapnya.