Denpasar (Antara Bali) - Dinas Perkebunan Provinsi Bali mempunyai sasaran untuk mengembangkan tanaman kopi jenis arabika seluas 1.298 hektare dalam tahun 2010.
"Perluasan tanaman bernilai ekonomis tinggi itu mendapat dukungan dari APBD Bali," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali Ir Made Sudharta MS di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, untuk pengembangan tersebut dibutuhkan sekitar 1,94 juta pohon bibit kopi jenis unggul, karena setiap hektarenya membutuhkan 1.500 pohon.
Sasaran pengembangan kopi arabika kali ini memprioritaskan daerah tangkapan air, yakni daerah pegunungan, karena tanaman kopi mempunyai fungsi sebagai pengatur air dalam tanah.
Di samping itu, pengembangan kopi juga untuk meningkatkan pendapatan petani, karena matadangan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi, ucapnya.
Made Sudharta menjelaskan, pengembangan tanaman kopi tersebut antara lain dilakukan di Kintamani (Bangli), Kubu (Karangasem), Sukasada (Buleleng) dan Petang (Badung).
Pengembangan tanaman kopi yang mempunyai fungsi ganda tersebut, diharapkan mampu mengatur tata air dalam tanah di Bali, mengingat ketersediaan air dalam tanah kini mulai terancam.
Hal itu ditandai dengan menurunnya ketersediaan air danau maupun banyak sungai-sungai yang kering, ujar Made Sudharta.
Ia mengatakan bahwa pihaknya segera mempersiapkan pengadaan bibit jutaan pohon itu, mengingat untuk membesarkan bibit hingga siap tanam membutuhkan waktu sekitar enam bulan.
"Penanamannya sendiri akan dilakukan pada musim hujan bulan November atau Desember tahun ini," ujar Made Sudharta.
Bali hingga kini memiliki tanaman kopi seluas 30.029 hektare yang terdiri atas kopi arabika 8.197 hektare dan kopi robika 23.832 hektare.
Tanaman tersebut menghasilkan 13.800 ton kopi beras selama 2009, sedikit meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat 13.664 ton.
Petani kopi dalam proses produksi tersebut memadukan dengan pemeliharaan ternak sapi, sehingga memperoleh keuntungan ganda, dan memanfaatkan pupuk kandang.
Petani kopi yang terhimpun dalam Subak Abian Sukamaju, Desa Lantih, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, mendapat sertifikasi dalam proses produksi menggunakan pupuk organik.
Petani dalam proses produksi kopi itu mengedepankan ramah lingkungan, dengan menggunakan pupuk organik dan menghindari menggunakan zat kimia, sehingga matadangan itu sangat diminati konsumen dalam dan luar negeri, tutur Made Sudharta. (*)