Denpasar (ANTARA) - Dua pekerja secara bergantian memasukkan sandal hotel bekas dan plastik ke dalam sebuah mesin. Di sudut lain ada sejumlah pekerja dengan cekatan memilah botol dan plastik bekas kemasan. Cara yang terlihat sederhana untuk menyelamatkan lingkungan.
Ada juga yang sibuk berkutat dengan sampah dedaunan, sisa sayuran, dan kulit buah. Sedikit pun tak terlihat rasa risi dari mereka meski bersentuhan dengan benda-benda yang telah terbuang dan dianggap oleh kebanyakan orang sudah tak berguna itu.
Di beberapa titik terlihat berton-ton tumpukan botol bekas air mineral yang telah tersusun rapi siap dikirim serta terparkir barisan truk pengangkut sampah yang sudah kosong.
Berbagai aktivitas pengolahan sampah dengan segala sarana prasarananya itu dapat ditemukan di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) Desa Adat Seminyak yang berlokasi di Jalan Beji Ayu No 10, Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
Bangunan terbuka dengan dominasi warna merah dan hijau di salah satu kawasan wisata di Kabupaten Badung ini menjelma menjadi tempat penyelamatan lingkungan sekaligus memberikan nafkah bagi lebih dari 50 pekerja.
Komang Ruditha Hartawan selaku Ketua TPS 3R Desa Adat Seminyak menuturkan TPST 3R yang beroperasi sejak tahun 2003 itu semula didirikan sebagai bentuk keresahan atas banyaknya sampah warga yang tidak diangkut oleh layanan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung.
DLHK Badung saat itu hanya melakukan pengangkutan sampah pada jalur utama, sementara sampah-sampah di rumah warga hingga di hotel, vila, dan restoran yang tidak berada di jalur utama, sulit mendapatkan penanganan.
Oleh karena itu, TPS 3R yang dikelola oleh Desa Adat Seminyak ini melayani pengangkutan langsung dari sumbernya, seperti sampah rumah tangga hingga sampah akomodasi wisata di hotel, vila, restoran, dan usaha lainnya.
Dari awalnya mengangkut sampah di lingkungan Kelurahan Seminyak, kemudian permintaan pengangkutan sampah juga datang dari wilayah Desa Kerobokan, Legian, dan Kuta yang semuanya merupakan daerah pariwisata sehingga kini sudah melayani 1.800 pelanggan, baik itu kalangan rumah tangga maupun pelaku usaha.
TPS 3R ini awalnya didukung satu kendaraan pengangkut sampah, namun sekarang sudah berkembang memiliki 26 armada pengangkutan berbagai ukuran dan juga memiliki alat berat.
Baca juga: Pemda Bali - Inggris jajaki kerja sama penanganan sampah
Iuran yang dikenakan untuk tiap pelanggan itu berbeda-beda. Untuk setiap rumah tangga tanpa usaha, per bulan dikenakan iuran sebesar Rp60 ribu, rumah tangga dengan usaha kecil dengan iuran Rp100.000--Rp200.000, usaha kecil menengah Rp200.000--Rp500.000, dan usaha menengah ke atas Rp750.000--Rp10.000.000.
Dengan pengolahan sampah berbasis sumbernya langsung, maka pemilahan sesuai jenisnya mudah dilakukan, yaitu sampah organik ataupun anorganik sehingga bisa mengurangi residu di tempat pemrosesan akhir (TPA).
Dari hasil pemilahan tersebut diproses dan disalurkan kembali menjadi pupuk kompos yang didistribusikan ke berbagai akomodasi wisata yang memiliki kebun.
Selain itu pakan ternak disalurkan kepada kelompok ternak di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Sarbagita (TPA Suwung) sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap ternak warga terdampak dengan keberadaan TPA tersebut.
Mulai tahun lalu, residu yang dibuang ke TPA Suwung jumlahnya semakin sedikit karena TPSR 3R ini telah memiliki mesin pengolahan untuk sampah anorganik yang benar-benar sudah tidak memiliki nilai ekonomis.
Mesin Monster Sampah, begitu nama mesin tersebut, merupakan hasil karya anak bangsa yang diberikan pada TPS 3R Desa Adat Seminyak melalui dana CSR dari PT Pembangunan Perumahan (Persero).
Mesin ini dapat mengolah aneka sampah anorganik seperti plastik, masker, styrofoam, dan sampah lainnya menjadi sebuah karya seni yang bernilai maupun berbagai produk mebel dengan tekstur menyerupai kayu, namun dengan kekuatan nyaris setara beton.
Dengan mesin Monster Sampah itu, TPS 3R Seminyak juga mendapatkan banyak pesanan produk-produk mebel seperti meja dan kursi taman berbahan dasar hasil pengolahan sampah anorganik karena masyarakat kini semakin mengerti pentingnya upaya penyelamatan lingkungan.
Baca juga: Indonesia dukung agenda dunia untuk mengakhiri sampah plastik
Meskipun mesin Monster Sampah dapat meminimalisasi sampah residu, kini operasionalnya agak tersendat karena ada kendala dari sisi ketersediaan listrik.
Program pendidikan lingkungan juga menjadi bagian yang tak kalah penting dilakukan pengelola TPS 3R Desa Adat Seminyak.
Sejak 2015 telah dibangun Learning Center di TPS 3R itu yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan betapa pentingnya sampah harus dikelola agar tidak mencemari lingkungan, khususnya kepada para siswa.
Mulai dari siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas berkesempatan mendapatkan pengalaman bersama pengelola TPS 3R dan kelompok swadaya masyarakat agar lebih peduli lagi dengan lingkungan.
Selain itu, sejak 2004 sudah rutin dilaksanakan program beach clean up (bersih-bersih pantai) dengan memberdayakan masyarakat adat yang bertujuan menjaga kebersihan Pantai Seminyak.
"Pantai Seminyak ini merupakan salah satu daerah tujuan wisata favorit di Bali sehingga sangat perlu dijaga kebersihan dan kenyamanannya," kata Komang Rudhita.
TPS 3R Desa Adat Seminyak juga memiliki program pembelian barang daur ulang atau bank sampah yang bekerja sama dengan kelompok PKK banjar (dusun) adat yang berada di wilayah Desa Adat Seminyak dengan melakukan penimbangan di masing-masing banjar sebanyak dua kali dalam sebulan.
Tahun lalu, menjelang pelaksanaan KTT G20, delegasi resmi 23 negara yang tergabung dalam organisasi IORA Indian Ocean Rim Association (Asosiasi Negara-Negara Pesisir Samudra Hindia) juga berkesempatan berkunjung ke TPS 3R Desa Adat Seminyak yang telah menghadirkan pengelolaan sampah secara terintegrasi itu.
Berbasis sumber
Terbakarnya Tempat Pemrosesan Akhir Regional Sarbagita, di Kota Denpasar, atau yang lebih dikenal dengan nama TPA Suwung sejak 12 Oktober 2023 menyebabkan terjadinya penumpukan sampah di berbagai sudut jalan di Ibu Kota Provinsi Bali itu.
Berselang waktu yang tak lama, TPA Mandung di Kabupaten Tabanan dan TPA Temesi di Kabupaten Gianyar juga dilanda kebakaran sehingga memperparah penumpukan sampah di kawasan perkotaan.
Kedua TPA tersebut sedianya akan digunakan untuk tempat pengiriman sampah sementara oleh Pemerintah Kota Denpasar, sembari menunggu TPA Suwung dapat difungsikan kembali setelah apinya padam total.
Berkaca dari kasus kebakaran TPA Suwung, dalam berbagai kesempatan Penjabat Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya mengajak seluruh komponen masyarakat di provinsi ini mengintensifkan pengelolaan sampah berbasis sumber sebagai salah satu upaya bersama dalam penanganan sampah.
Pemerintah Provinsi Bali sebelumnya--di bawah kepemimpinan Gubernur Wayan Koster--telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
Meskipun pergub tersebut sudah dikeluarkan sejak 4 tahun lalu, hanya segelintir desa yang mampu mengelola sampahnya dengan baik di tengah volume timbunan sampah di Bali yang per hari mencapai lebih dari 4.200 ton.
Keterbatasan dana, kurangnya peralatan, hingga minim sumber daya manusia (SDM) menjadi deretan alasan yang kerap dilontarkan pihak desa dalam melakukan pengelolaan sampah berbasis sumber.
Rata-rata di TPS 3R hanya dilakukan pemilahan sampah anorganik yang bernilai ekonomis, seperti botol dan kertas, serta memproduksi kompos dalam jumlah terbatas sehingga residu yang harus dibuang ke TPA Suwung tetap tinggi.
"Kita belajar dari kejadian terbakarnya TPA Suwung, kita tata kelola kembali pengelolaan sampah kita dengan mengintensifkan pengelolaan sampah berbasis dari sumber," kata Mahendra Jaya.
Untuk pengelolaan sampah berbasis sumber perlu adanya perubahan paradigma masyarakat.
Perubahan paradigma itu di antaranya dengan melakukan pemilahan sampah yang dihasilkan, baik sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga maupun sumber penghasil sampah lainnya serta dibarengi dengan penegakan hukum.
Selain itu, juga dengan mengoptimalkan tempat pengolahan sampah reduce, reuse, recycle (TPS 3R) serta tempat pengolahan sampah terpadu (TPST).
Pj. Gubernur Bali juga menegaskan pungutan wisatawan asing Rp150 ribu per wisatawan yang rencananya diberlakukan pada 2024, dananya fokus akan digunakan pada dua hal penting, yaitu penanganan sampah serta pelestarian budaya.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Made Mangku Pastika ketika ke TPS 3R Desa Adat Seminyak berpandangan desa tersebut patut menjadi contoh bagi desa lainnya di Provinsi Bali.
Kalau tiap desa bisa melakukan seperti di Seminyak, maka sampah ke TPA Suwung bisa dikurangi, terutamanya bagi desa-desa yang memiliki karakteristik wilayah dan produksi sampah yang tidak jauh berbeda dengan Seminyak sebagai daerah pariwisata.
Residu sampah yang harus dibuang ke TPA menjadi kian sedikit karena proses pengolahannya sudah selesai di lingkup desa. Selain itu, dari hasil pemilahan dan pemrosesan sampah bisa mendatangkan keuntungan bagi desa dan membuka lapangan pekerjaan.
Yang dilakukan TPS 3R Desa Adat Seminyak merupakan langkah nyata dalam penyelamatan lingkungan.
"Ini bagian dari gerakan dunia, bukan hanya gerakan Bali, bukan hanya gerakan Seminyak. Dengan adanya gerakan-gerakan seperti ini meskipun skalanya kecil, artinya besar," ujar Mangku Pastika, Gubernur Bali 2008-2018.
Bali yang selama ini dikenal sebagai Pulau Surga, sungguh tak layak jika banyak menghadirkan gunung-gunung sampah. Persoalan yang solusinya sederhana, sering menjadi sulit dilaksanakan karena kurangnya kesadaran dan komitmen.
Mari bergerak mengelola sampah mulai dari lingkup terkecil dan tak segan belajar dari mereka yang sudah sukses dalam mengurus sampah, seperti yang sudah dilakukan di TPS 3R Desa Adat Seminyak.